Masjid Al-Ikhlas
Home » , , » Gus Baha': Yang Paling Penting dalam Hidup (Definisi Ahlussunnah/Sunni)

Gus Baha': Yang Paling Penting dalam Hidup (Definisi Ahlussunnah/Sunni)

Tafsir Jalalain QS. Al Ankabut 64


{ وما هذه الحياة الدنياTA1 إلا لهوTA2 ولعب TA3} وأما القربTA4 فمن أمور الآخرةTA5 لظهور ثمرتهاTA6 فيهاTA7 { وإن الدار الآخرة TA8لهيTA9 الحيوانTA10 } بمعنى الحياةTA11 { لو كانوا TA12 يعلمون TA13} ذلكTA14 ما آثروا TA15الدنيا TA16عليها TA17


[TA1]Lan ora ana utawi ikilah penguripan dunya (nggih sak niki sing teng dunya) (iku)
[TA2]kecuali lelahan (yaitu sesuatu yang tidak prinsipil)
[TA3]lan kecuali ya mung dolanan thok

Donya iku mung lelahan lan guyon, maksude ora ana sing penting

[TA4]Anapun utawi pira2 taqarrub qurba ilallah (nggawe amalan sing ndadekna pareg ilallah) (iku)
[TA5]mangka iku setengah saking urusan akhirat (amerga)
[TA6]kerana pertelane buahe ikilah alqurab utawi al qurbah
Gawe papareg mbek Pengeran. Kados suujud niku lho. Wasjud waqtarib.
[TA7]In dalem akhirat
[TA8]Lan sak temene omah akhirat (kang akhir, maknane njing emben)
[TA9]Yektine iku utawi darul akhirah (iku)
[TA10]Omah sing dadi kewan (maknane sing dadi urip)
Merga diarani kewan niku merga urip. Hayawan saking kata hayat yang ditambahi alif nun menjadi hayawan, maknanya barang yang hidup
[TA11]Kelawan nganggo maknane barang sing urip
Akhirat itu sing hakekat kehidupan
[TA12]Lamun ana (sapa? wong akeh)
[TA13]Iku ngerti (sapa? wong akeh)
[TA14]Ing mengkono-mengkono إن الدار الآخرة لهي الحيوان
(Seumpama orang itu tahu pentingnya akhirat, donya ora penting,)
[TA15]Mangka ora bakal menangna (sapa? Wong)
[TA16]Ing demi dunya
[TA17]ngalahna ing atase akhirat

Umpama wong iku sadar pasti tidak akan menangna dunya ngalahna akhirat

Musholla penceng Al-Ikhlas
Musholla penceng Al-Ikhlas

BUKTI HIDUP ITU MATI, MATI ITU HIDUP 

Sudah ini bahasannya berbeda dengan yang kemarin ya. Saya terangkan saja ya.
Jadi begini ya: saya terangkan ilmu hakekat. Memang mau tidak mau hal ini harus dijelaskan dengan ilmuhakekat.
Sekarang kalian hidup atau mati? Sekarang ini lho, pas kalian semua sedang ngaji Jalalain ini.
Urip?
Yakin? 😆
Nah, itu keliru. Ilmu kalian keliru, berarti ilmu kalian masaih ilmu syariat.
Secara hakekat, kalian sekarang ini mati. Hidup kalian itu nanti ketika kalian sudah “mati”, maksud saya nanti jika sudah di akhirat.
Jadi kelak jika kalian “mati”, maka hidup. Sekarang ini mati.
Bukti bahwa kita sekarang mati itu adalah kita sering salah paham. Salah paham itu menunjukkan kita bodoh. Kebodohan itu itu bukti mati, agak tidak bisa berpikir.

UANG, PENGARUH, JABATAN, DIPERLAKUKAN BAIK

Misalnya begini, kalian saya beri tebakan.
Sekarang kan kalian menanggap uang itu penting, penting sekali. Kelak di akhirat itu kalian tidak butuh uang. Tapi tahunya bahwa uang itu tidak penting kalian harus menunggu nanti di akhirat.
Oleh karena itu Kanjeng Nabi SAW ketika menjelaskan ilmu hakekat itu unik. Ini masyhur, riwayat dari para wali para ulama ya tentu musalsal, musalsalah hingga ke Kanjeng Nabi SAW.
Kanjeng Nabi SAW mengumpamakan begini:
أَلنَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا انْتَبَهُوْ
Saya maknani ya:
Annasu: utawi pira-pira menungsa (iku)
Niyamun: hakekate mung turu
Sekarang kalian itu tidur. Maknanya tidur itu tidak terlalu sadar.
Waidza matu intabahu: nalikane mati, itu terbangun, atau terjaga.
Contoh mudahnya ya itu tadi. Kalian di dunia menganggap uang itu penting, pengaruh kalian anggap penting, kenal bupati penting, diperlakukan baik oleh orang kalian anggap itu penting, dsb.
Ternyata nanti di akhirat, yang paling penting itu adalah sujud kalian di dunia, sehingga kalian lalu menyesal: “Ya Allah. Zaman saya di dunia, gara-gara malas tidak tahajud, gara2 malas saya tidak shalat."

Ternyata di akhirat yang penting itu shalat. Uang tidak penting. Pengaruh juga tidak penting. Umat seperti santri2 seperti kalian itu sama sekali tidak penting, tidak penting sama sekali. 👎🤣
Saya pun seandainya orang alim tidak diwajibkan mengajar, tidak mau mengajar. Berhubung wajib, ya terpaksa dijalani. 😂
Nanti saya bacakan ta’birnya, karena ini penting. Kemarin saya ngaji di Narukan di rumah saya yang Reboan, ini juga saya jelaskan.

MENGIGAU

Kelak kalau kalian sudah mati, itu istilah Quran begini:
لَقَدْ كُنتَ فِي غَفْلَةٍ مِّنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَاءكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
Setiap orang yang mati, apalagi orang fasiq, orang yang kafir, itu didhawuhi Pangeran begini:
“Cung, kalian dulu lupa dari peristiwa akhirat ini. Sekarang semua sudah kuungkap. (Fakasyafna ‘anka ghitha aka) sekarang tutup2 itu sudah kusingkap, (fabasharuka) mangka utawi peningal sira (alyauma) ing dalem iki dina (iku) (hadidun) iku dadi cerdas/dadi tajam.”
Karena setelah kalian di akhirat, ingat sungguh ternyata ketika di dunia itu kita mengigau:
كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ
Bukti bahwa kita salah itu begini:
Misalnya:
Kenal presiden AS, kalian merasa bangga,
kenal duta besar, kalian merasa bangga,
Ternyata hakekat itu semua tidak penting di akhirat.
Ternyata yang penting adalah:
Mengusap anak yatim, lalu kalian sedekahi.
Sujud ke Allah, kalian nikmati.
Mengaji Jalalain begini, kalian syukuri.
Hal2 yang ketika di dunia kalian anggap tidak penting, ternyata penting.
Kadang keliru lagi begini:
Ada kyai ikhlas memiliki mushalla miring, kalian bilang kyai kecil. Yang pejabat struktural yang menjabat pada ormas besar kalian anggap kyai top.
Ternyata yang kau anggap  top itu di akhirat sepele banget, sedangkan kyai kecil yang kalian hina bisa mensyafa’ati kalian.
Kyai boleh dendam di akhirat. Ketika diminta mensyafaatimu “Nggak mau, kau bilang aku kyai kecil.” 😂
Lho dendam itu oleh Allah diperbolehkan di akhirat.
Oleh karena itu, kalian jangan suka menghina kyai kecil. Bisa saja dia besar 'indallah. Oh, banyak yang semacam ini.
رب أشعث أغبر مدفوع بالأبواب، لو أقسم على الله لأبره
Dhawuhe Kanjeng Nabi SAW: "Banyak orang yang ketika di dunia kelihatan gimbal awut-awutan rambutnya, compang-camping pakaiannya, tapi andaikan sumpah atas nama Allah, pasti Allah memenuhinya.
Yang masyhur disebut ya yang bernama Uwais al-Qarni.

UWAIS AL-QARNI 

Uwais al-Qarni itu tidak pernah shalat Jumat karena tidak punya pakaian yang cukup untuk menutupi auratnya untuk shalat Jumat. Karena dia tidak berani memiliki baju dua buah. Karena jika punya dua buah baju, dia khawatir kena hisab saat ada orang lain yang tidak memiliki baju, karena punya kelebihan kok tidak diberikan. Supaya bebas hisab, dia hanya punya satu baju. Seumpama itu syubhat, tetaplah halal karena untuk menutupi aurat. Makan juga demikian, sehari-hari ia makan jika kalau tidak makan ia akan mati. Maka jika makannya adalah haram, tetaplah halal karena darurat. Jika lebih dari itu, akan kena hisab.

Kalian tidak usah mencoba! 😂
Nanti kok terus kalian semua ingin mencobanya lalu mati satu per satu. Malah repot semua. Goblok kalian kalau mencobanya. Saya jamin kalian mencoba pun tetap bukan wali. Tetap namanya frustasi. 🤣
Jadi orang itu kalau bukan kelasnya, dipaksa pun tidak akan bisa jadi. Ini cuma cerita saja bahwa kita mencintai orang shaleh seperti beliau, tidak usah meniru. Paham ya! Jika tidak bakat, tidak usah meniru.
Misalnya kalian suka sama saya: "Gus Baha idolaku!"
Lalu kau mau meniru alimnya, malah sakit hati kalian nanti. 😆
Meniru itu kelucuan atau guyon saya saja, tidak usah alimnya. Malah susah payah: kalian harus menghapalkan Al-Quran, menghapal Alfiyah, belajar Ianathutthalibin, dll kalian malah nggak sempat mencari uang, malah diomelin istri kalian, 😂 malah bencana besar.
Orang itu jika bukan kapasitasnya tidak usah meniru. Seperti saya ini juga mengidolakan Kanjeng Nabi SAW, tapi kalau yang berat2 ya tidak meniru beliau. Tahajud ya dua rakaat saja. Lalu kalian akan melihat kaki kalian belum bengkak, lanjut terus tahajud sampai bengkak.  🤣
Tidak usah begitu! Saya kalau tahajud dua rokaat saja lalu berdoa begini: "Kanjeng Nabi sae, idola, merga sayyidul khalqi, pantes saja shalat sampai sedemikian. Lha saya bukan akramul khalqi kok disuruh sampai sedemikian." 😆
"Ya nggak usah wong saya bukan akramul khalqi, biarin yang akramulkhalqi shalat sampai begitu. Saya tidak, ya sudah cukup begini saja, Gusti."
Itu yang benar! Paham ya.
Jadi orang itu sadar akan kapasitasnya. Tidak usah meniru Uwais Al-Qarni. Yang penting jangan meniru Firaun saja. 😆
Nanti saya bacakan ya. Memang ta'bir itu saya tulis sengaja saya bacakan persis teksnya.
Abu Qasim AL-Junaidi, siapa yang tidak kenal dia, orang paling populer di dunia tasawuf.

DEFINISI AHLUSSUNAH WAL JAMAAH 

Abu Qasim AL-Junaidi, siapa yang tidak kenal dia, orang paling populer di dunia tasawuf, sehingga jadi definisi ahli sunnah dalam konteks modern/kekinian yaitu konteks pasca-Imam Syafii, bukan modern ala kita. Ciri utama ahli sunnah zaman akhir itu dalam aqidah menganut kalau bukan Abul Hasan Al Asy'ari, maka menganut Abu Mansyur Al-Maturidi. Dalam fiqih, mengikuti salah satu mazhab empat: Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, atau Imam Ahmad bin Hanbal. Dalam Tasawuf, mengikuti salah satu mazhab yang dianut Abul Qasim Al-Junaidi atau Imam Ghazaliy.

MENGAPA MENJADI DEFINISI AHLUSSUNNAH SEPERTI ITU?
Yang begini ini juga ada ormas yang menentang. Firqah di Arab banyak yng menentang. Mengapa definisi ahlussunnah seperti itu.
"Itu ta'rif apa? Nabi SAW tidak pernah ngendikan seperti itu."
Kamu itu tidak usah terjebak dengan omongan mereka bahwa Nabi SAW tidak pernah ngendikan definisi ahlussunnah waljamaah seperti itu.
Ya tentu Nabi SAW tidak akan ngendikan seperti itu. Zaman Nabi SAW kan belum ada Imam Ghazaliy, belum ada Abul Qasim Al-Junaidi.
Tapi kita percaya dengan ddefinisi seperti itu, karena kita tetap percaya bahwa alisunnah adalah orang yang kata Rasulullah SAW:
ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Orang yang mengikuti perilaku saya, dan mengikuti para shahabat saya.
Itu teks yang dikatakan Nabi SAW.

PENTINGNYA SANAD

Lalu mengapa kita menyebut imam-imam kita, sanad2 kita? Karena kalau kita tidak menyebut, pertanyaannya adalah "Kamu bagaimana bisa tahu shahabat melakukan itu? Itu kata siapa?"
Pasti akan dijawab, "Kata guru saya."
Kalian tidak bisa langsung mengatakan, "Kata Nabi."
Lha kata Nabi itu perawinya siapa?
Imam Bukhari.
Imam Bukhari itu siapa? Imam Bukhari itu muridnya Imam Syafii. Imam Bukhari itu periodenya setelah Imam Syafii.
Saya hapal sanadnya Imam Bukhari hingga Rasulullah SAW. Saya punya sanad sampai Imam Bukhari. Sehingga kita mau tidak mau harus menyebut ulama.
Misalnya kau ditanya:
"Kau tahu Amerika Serikat?"
"Tidak tahu."
"Dari mana tahu bahwa ada Amerika Serikat?"
"Lihat di TV."
"TV saja kamu jadikan sanad, kok Imam Syafii tidak pakai sanad."
Kau ditanya;
"Kau kok tahu ketua DPR tersangka?"
"Dari TV."
Sanadmu berarti dari TV. Kau tidak bisa bilang, "Tahu sendiri."
Tidak mungkin kau tahu KPK ketika sedang menyidik.

Sekarang saya tanya:
"Nabi bilang begini. Tidak usah ulama, Nabi langsung."
"Bagaimana kau tahu Nabi berkata demikian?"
Kalau kau jawab lewat mimpi, kalian persis Dhimas Kanjeng jadinya. 🤣
Mau tidak mau kalian harus menyebut guru, makanya ada tradisi menyebut sanad, disebut menyebut ulama.
Tapi santri2 sekarang juga kadang goblok. Ada orang yang bilang: "Nggak ada ulama, yang penting Nabi. Ulama itu bisa salah. Kalau Nabi SAW nggak bisa salah."
"Lha bagaimana kalian tahu kalau Nabi nggak pernah salah? Kata siapa?"
"Kata ulama."
Lhah, kok kata ulama. Katanya sudah tidak percaya ulama. Makanya kalau goblok itu jangan keterlaluan. Goblok kok mengajak orang 🤣
Saya itu juga heran dengan orang modern itu. Goblok kok sampai demikian itu bagaimana? Sanadnya itu bagaimana?
Makanya dalam ilmu thariqah, ilmu hakekat, masyhur pepatah:
لولا مربي لما عرفنا ربي
ولولا العلماء لما عرفنا الانبياء
Laula murabbi: Seumpama tidak ada yang mendidik diriku,
lama arafna rabbi: tentu kita tidak mengerti tuhanku itu siapa
Kita tahu tuhan karena ada yang mengajari. Kau tidak bisa misal Rukhin langsung tahu tuhan. Tidak bisa kecuali diajari gurunya bahwa tuhan itu: wujud, qidam, baqa.
Itu dikenalkan gurunya, tapi lalu lama-kelamaan kok menjadi sok, seolah sok sudah wushul. Itu hanya engkek saja! 🤣
Hakekatnya wushulnya lewat guru. Kalian tahu Kanjeng Nabi SAW karena (lewat) saya.
Misalnya saya itu muridnya Mbah Moen
Mbah Moen murid Mbah Zubair
Mbah Zubair murid Mbah Faqih Maskumambang
Mbah Faqih Maskumambang murid Mbah Mahfud Termas
Mbah Mahfud Termas murid Sayyid Abi Bakar Sattha
Sayyid Abi Bakar Sattha itu yang mengarang Ianatutthalibin
Sayyid Abi Bakar Sattha murid Sayyid Zaini Dahlan
Sayyid Zaini Dahlan murid Sayyid Utsman Addhimyati
terus hingga Imam Syafi'i

Kalau sudah sampai ke Imam Syafii sudah gampang:
Imam Syafii murid Imam Malik
Imam Malik mempunyai guru Ibnu Syihab Azzuhri
Ibnu Syihab mempunyai guru Imam Nafi'
Imam Nafi' mempunyai guru Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar menangi (mengalami era) Kanjeng Nabi Muhammad SAW
Kalian harus hapal sanad. Kalau tidak hapal ya nggandol saja: "Pokoknya kata Gus Baha' begitu." 😆
Lha itu gampang sudah. 😂
Sudah ada ahlinya, tanya saja, nggak usah susah2.
Sehingga karena nanti klaim tentang Nabi itu bias, dibikinlah kriteria: siapa yang sanadnya paling akurat tentang tauhid. Kita menyebut Abul Hasan Al Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi. Siapa yang paling akurat dalam sanad ilmu Tasawuf, kita menyebut Abul Qasim Al-Junaidi dengan Imam Ghazaliy. Siapa yang paling akurat dalam sanad fiqih, kita menyebut misalnya: Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Ini urutannya sesuai periode.
Sanad fiqih itu misalnya begini. Kalian kalau tidak percaya, neraka!
Tentang iddah istri yang dicerai, kita nggak bisa nuruti al-Quran, karena ngendikane mujmal:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
orang yang diceraikan suaminya, iddahnya tiga kali qur'un.
Abu Hanifah kemudian berpendapat qur'un itu suci, sedang Imam Syafii qur'un itu haid.
Pertanyaannya adalah:
Trus kamu mentang2 tanpa guru, apalagi lihatnya terjemahan, ngomong begini:
"Yang penting kata Allah kalau dicerai itu iddahnya 3 kali masa suci atau masa haid."
Oklah, di atas tadi kebalik, yang Imam Syafii itu suci, yang Abu Hanifah itu haid. Karena mirip2lah, makanya saya bolak-balik. Khilafnya itu lafdzi klo dlm fiqih, sampeyan tidak perlu tahu detailnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana kalau tidak haid:
wanita hamil dan menopause.
Akhirnya kita tahu bahwa itu tidak memasukkan muthallaqat yang dicerai posisi hamil. akhirnya yang hamil tidak ikut ayat itu tapi ikut:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
bagi yang hamil, iddahnya melahirkan
Kalau yang dengan haid, tren iddah 3-4 bulan. Kalau diceraikan keadaan hamil, iddahnya berapa bulan?
Ini yang akhirnya menjadi debat kusir antara para sahabat. Tidak mungkin saya tunjukkan sanadnya hingga Imam Syafii.

***
Sepenggal pengajian Gus Baha' Tafsir Jalalaian QS Ankabut ayat 64.
Lanjutannya ada di:
https://www.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/426200424743697/

0 comments:

Posting Komentar