Masjid Al-Ikhlas
Home » , , » Gus Baha': Salam dan Salaman (Berjabat Tangan)

Gus Baha': Salam dan Salaman (Berjabat Tangan)

Makanya hidup yang benar itu begitu: kalian kalau jadi kyai yang ikhlas. Tapi kalau umat sudah niat memberi kyai, kyai ikhlaslah ya tetap diberikan, jangan terus nggak jadi. 😆
Jadi sama2 benarnya.
Tapi kyai juga nggak boleh tamak. Saling menjaga tradisi masing-masing.
Contoh Nabi Musa dan  Nabi Syuaib:
"kita ini keluarga yang punya tradisi kalau beramal tidak ingin imbalan."
Dijawab:
"Kita ini punya tradisi kalau orang berjasa akan kita hormati. Kalau ada tamu kita hormati."
Saling menjaga tradisi masing-masing.
"Tebarkanlah salam/perdamaian di antara kalian, niscaya kalian saling menyayangi."
"Tebarkanlah salam/perdamaian di antara kalian, niscaya kalian saling menyayangi."

INSYAALLAH dan SALAM

Nabi Musa diburu Firaun dan bala tentaranya, Dhawuh Nabi Syuaib:
لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
"Aja wedi sira, slamet sira saking kaumdzalim."

Jadi tidak semua nabi bilang insyaallah. Insyaallah itu sunat, kadang bilang kadang tidak. Nyatanya Nabi Syuaib juga bilang langsung:“La takhaf najauta minal qaumidz dzalimin”
Tidak ada insyaallahnya: “La takhaf insya allah najauta minal qaumidz dzalimin” 😆
Semua itu kadang Insya Allah kadang tidak. Kanjeng Nabi sendiri kadang insyaallah kadang tidak. Pokoknya barang tidak fardlu ain itu tidak terus-menerus.

Makanya Imam Bukhari mempunyai BAB SALAM
Orang yang ingin sama2 senangnya, afsyussalama bainakum, kalau ketemu teman, uluk salam.
Tapi Imam Bukhari punya tabwib (pemilahan):
1. Sapaan Kanjeng Nabi SAW ke Sayyidah Fathimah
Kanjeng Nabi dengan Sayyidah Fatimah jarang salam. Kanjeng Nabi menyapa fatimah:
ﻣَﺮْﺣَﺒﺎً ﺑِﺎﺑْﻨَﺘِﻲ
"Marhaban, bibnati!"
"Duh, Ndhuk. Betapa senangnya diriku bertemu denganmu."

2. Sapaan Shahabat ke Sayyidina Ali
Lalu shahabat2 pernah bertemu Sayyidina Ali juga:
كيف أَصْبَحتَ؟
"Kaifa ashbahta?"
""Bagaimana keadaanmu, Ali?"
الحمد لله أصبَحتُ على خَيرٍ
“Alhamdulillah ala khairi.”
"Alhamdulillah baik."

Itu menunjukkan bahwa setiap orang Islam bertemu tidak selalu redaksinya salam.
Yang suka salam terus ya orang Betawi itu, tiap bertemu salam. Setiap waktu uluk salam, sampai cina-cinanya. Matekna uwong tenan! 😆😂
Nyatanya setahu saya kyai2 alim juga biasa: kadang salam kadang tidak. Karena Nabi juga begitu, bertemu Sayyidah Fatimah juga dhawuhe "Marhaban, bibnati!". Shahabat bertemu Sayyidina Ali juga: "Kaifa ashbahta?"
Samalah saya dengan Musthofa juga ga selalu salam, "Masih hidup, Mush?" 😆
"Sehat?"😊
"Waras?" 😊
"Otaknya?"😂

Itu tidak selalu, tidak tiap bertemu harus selalu:
assalamu’alaikum warahmatullahi ta’ala wabarakatuh
Terus harus dijawab wa’alaikum salam warahmatullahi ta’ala wa barakatuh
Repot. 😆
Maksudnya orang itu juga  harus mikir to. Tidak terus meneruslah. Misalnya:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ 
Tapi kadang insyaallah kadang tidak. Nabi Syuaib bilang:
لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Tidak ada insyaallahnya misal “La takhaf insya allah najauta minal qaumidz dzalimin”

Makanya Imam Nawawi dalam muqadimah kitab Majmu' berkata bahwa Nabi SAW punya sekian perilaku, dan dalam hal yang tidk fardlu 'ain, Nabi SAW tidak konsisten untuk menunjukkan bahwa barang itu tidak wajib.
Paham ya.
Makanya kau shalat qabliyah juga yang sering. Saat meninggalkannya tidak usah diajari karena sudah sering. 😆 Tapi jangan qabliyah terus, nanti seperti fardlu 'ain.

Nah ini di ayat selanjutnya Nabi Syuaib: pakai insyaallah.
Yang ayat sebelumnya tadi tidak.

Kadang santri2 kebablasan, disuruh apa saja bilang insyaallah. Kok kelihatan nggak sungguh2 begitu. 🤦‍♂️
Nyatanya tidak ada shahabat yang dibaiat Nabi terus menjawab insyaallah, padahal ajaran nabi.
“Cung, ayo perang Uhud, ikut!”
Tidak ada yang bilang insyaallah, semua bilang sami’na wa atha’na.

SALAMAN

Di antara aturan Islam, kita harus punya kepastian "ini halal, ini haram" yang dari ketentuan Allah SWT. Jangan sampai kau bikin hukum sendiri.
Maka yang paling selamat seperti itu orang fiqih (maksud saya fiqh yang waras 😆), karena dia akan terus menyampaikan.
Seperti saya ini misalnya, saya ini tidak suka berjabat tangan. Tapi saya suka salaman, karena saya tahu haditsnya: orang ketika salaman dosanya luruh.
Misalnya saya dengan Musthofa berjabat tangan, dosanya Musthofa jatuh. Kalau saya entah jatuh apa tidak, wong nggak terlalu banyak. 😆
Kalau sudah kebanyakan kan mudah jatuhnya. Sudah genting mau jatuh. 😂
Tapi banyak juga ulamna yang tidak mau salaman. Misalnya Uwais al Qarni, Abdullah bin Mas’ud, tidak suka salaman. Alasannya juga masuk akal: "Yang mencucup menjadi hina, yang dicucup rawan ujub."
Nggak lucu kan, misalnya Rukhin kan macho kok sama saya sungkem?
Ya kalau kau sudah orang-orang soleh seperti Mbah Moen, Mbah Arwani tidak akan rawan ujub. Tapi kalau kau orang kecil kan rawan ujub. Kyai anyaran suka dicucup

***
Sepenggal pengajian Gus Baha', tafsir Jalalain Al-Qashash Ayat 25 
Catatan:

  • Secara bahasa, salam berarti: perdamaian, keselamatan, salam hormat, salam sejahtera 
  • Bab mazhab "insyaAllah" ini sebenarnya Gus Baha' pernah membahas dalam pengajian lain. Ada shahabat yang mewajibkan insyaallah, hingga akhirnya bertemu pendapat shahabat lain dan akhirnya beliau mencabut fatwanya. Entah di rekaman yang mana saya lupa.

0 comments:

Posting Komentar