Masjid Al-Ikhlas
Home » , , , , , , » Gus Baha': Menghargai Perbedaan, Tidak Merasa Paling Mulia

Gus Baha': Menghargai Perbedaan, Tidak Merasa Paling Mulia

Sudah ya, saya jelaskan. Ini masalah rububiyah (tentang ketuhanan)
Jadi kita harus yakin ainul yaqin bahwa orang Kristen juga menyembah tuhan, orang Yahudi juga menyembah tuhan, orang apapun menyembah tuhan. Dan tiap makna menyembah itu pasti secara simbolis ada tempatnya. Misalnya ada yang menyebut tempatnya sinagog, gereja, atau apalagi ya, ada Pagoda, atau yang lain lagi pokoknya semua itu ada tempat ibadah.

Lalu Allah ngendikan, ini biasanya dipakai dalil-dalil orang yang agak sekuler, Allah itu akan menolak satu kekuatan dengan kekuatan yang lain untuk membuat keseimbangan. Seumpama tidak ada itu, justru sistem ibadah kocar-kacir. 
Variasi tutup kepala di Masjidil Haram
Variasi tutup kepala di Masjidil Haram

Jadi kalau ayat yang umum kan:
وَلَوْلاَ دَفْعُ اللّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الأَرْضُ
Makanya ngaji ini dengarkan sungguh-sungguh, ya.
Jadi konflik itu menciptakan keberkahan. Yang agak tidak barokah itu kalau sampai saling bunuh-membunuh bi ghairi haqqin. Tapi kalau bertengkar, itu barokah. Yang nggak cocok, itu juga barokah.

Analogi:

Karena misalnya begini ya, andaikan semua toko itu sepakat untuk membuat harga tinggi semua, maka korbannya adalah konsumen. Berhubung toko terjadi ketidaksepakatan harga, saling bersaing harga, akhirnya banyak yang banting harga. Ada yang banting harga, akhirnya saling mengunggulkan kualitas. Karena persaingan-persaingan itu, itu akhirnya yang enak adalah konsumen. 😆
Begitu juga menyangkut sistem sosial, misalnya banyak partai politik, yang enak juga konsumen. Apalagi jika jadi kyai, saat petinggi parpol sowan, untung jadinya. Kalau calegnya hanya satu, ya hanya dapat satu. Kalau caleg yang bersaing banyak? Kyai dapat banyak. 😆
Masyarakat cuma dapat amplop satu kalau calegnya satu, kalau caleg empat amplop empat. Tapi nanti ya risikonya dosanya mengibuli empat orang.  😂
Paham ya.
Tapi intinya variasi dalam sistem sosial itu baik. 

TIDAK ADA BANGSA TERHORMAT, KECUALI DIINGATKAN MEREKA BUTUH BANGSA TIDAK TERHORMAT

Malah saya pernah meneliti tentang sunatullah.
Tidak ada bangsa terhormat kecuali (mereka) oleh Allah diingatkan (bahwa mereka) butuh bangsa yang tidak terhormat (meski dalam pandangan manusia).
Ketika Rasulullah SAW mendidik orang Mekkah supaya sopan, karena mereka waktu itu sudah mulai (sudah agak2 bener) bangga dengan bapak tauhid Nabi Ibrahim, Bangsa Arab itu diingatkan:
“Kalian itu berperilaku dengan budak yang baik. Karena ibu kalian itu seorang budak.”
Karena (kita tahu) Nabi Ibrahim itu mendapat siti Hajar (seorang amat).

Lha yang begitu itu ndilalah keturutan,  zaman Rasulullah itu di antara istri beliau yang sembilan, yang memiliki putra justru malah yang Mariyah Qibtiyah (yang juga hadiah dari raja Mesir).

Jadi, begitulah Allah (sunatullah). Kadang orang mulia, entah anak presiden, anak kyai besar, entah anak pejabat di kota besar, eh ternyata sepele sekali pilihannya malah perawan kampung dari atas gunung, tidak tahu dia anak penjual mie atau penjual sabun.  😂 😂

Itulah Allah. Kau anggap itu sebagai kelemahan/kekurangan juga tidak bisa. Memang sistem sosial akan diatur sedemikian rupa.

Bayangkan, para presiden yang pongahnya demikian itu mereka membutuhkan suara dari orang jelata seperti Rukhin. Jika tidak dapat suara kita, mereka juga nggak akan jadi presiden.  😂 😂
Saat musim caleg, para pimpinan partai butuh kyai zuhud, katanya doanya mustajab. Nanti kyai zuhud pas waktunya membangun musholla butuh proposal (yang diajukan ke mereka).  😂

Lha itu sudah Allah. Jadi tidak bisa kalian weleh (anggap sesuatu itu pasti mulia atau benar, atau sebaliknya yang lain hina atau keliru). Ya biarkan, itulah kehendak Allah. Oleh karena itu di sebagian ayat malah lebih jelas sindiran Allah:
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
Sukhriyya itu maknanya olok-olokan (ejekan), tidak hanya mengatur, tapi ejekan.

Manusia memang tempatnya olok-olok/bahan tertawaan. Misalnya: presiden atau menteri itu orang terhormat, membuka pintu saja ibaratnya tidak mau. Tapi jika kau teliti, pongahnya seperti itu kok makan uang orang-orang seperti kita, karena mereka digaji dari uang rakyat. 🤣

Tapi kalau rakyat kau anggap lebih terhormat daripada menteri atau presiden kok apa-apa kesulitan, apa-apa harus mengusahakan sendiri. Ruwet. 😆

Begitu juga orang2 sombong yang jadi pejabat kadang dicoba Allah kecantol orang2 desa, begitu juga kyai, orang sholeh.😆

Makanya sukhriyya itu maknanya ejek-ejekan, bukan sekadar pengaturan, tapi bahan tertawaan.
Kalian saya ceritai, di antara pertimbangan Boeing bikin pesawat banyak, yang dihitung di antaranya adalah haji. Jadi tidak ada transaksi penerbangan besar-besaran seperti pada sistem haji. Jadi kalian tidak usah berkecil hati orang Islam naik haji butuh pesawat buatan orang Amerika Serikat, karena ketika kau sedang kecil hati demikian ternyata orang AS tidak bisa membayangkan larisnya pesawat tanpa umrah tanpa haji. Lha sekarang yang lebih butuh siapa, coba? Yang haji butuh pesawat, yang operasional pesawat juga butuh konsumen yang rupa2nya terbanyak dari haji. 😆

Kau tidak bisa protes. Ya begitulah kehendak Allah. Jadi ketika tidak ada sistem saling membutuhkan, saling salah paham, itu malah dunia berhenti.
Makanya orang itu, meskipun benarlah, kata Rabbiah adawiyah, harus istighfar. Imam Ghozaliy mencontohkan itu sederhana begini:
Adanya pekerjaan kepolisian dan kehakiman, itu berkahnya ada konflik. Jika tidak ada maling, tidak akan ada polisi. Jika tidak ada konflik, tidak akan ada hakim. Jadi lembaga2 terhormat, itu berkahnya hal-hal yang tidak benar.

Makanya kalau sok benar itu keliru. Makanya para pejabat jadi kualat kadang lembaga2 mereka yang terhormat itu berasal dari hal-hal yang tidak benar. Itulah Allah.
Pekerjaan polisi dibuat karena banyak kriminalitas. Berarti polisi lahir dari kriminalitas.
Ada pekerjaan tentara karena ada konflik antarnegara, satu negara berisiko diserang negara lain.
Ada gaji PNS, tentara, polisi, berasal dari hal2 spt itu.
Suha kadza Pangeran? Makanya jangan gemar menentang kehendak Allah. Yang Memiliki sudah berkehendak begitu kok mau kau atur2.
Karena itu kalau mendapat gaji istighfar, karena itu berasal dari sebab yang salah.

Kau lanjutkan juga boleh, Khin. Kyai/guru dapat amplop/gaji karena adanya orang bodoh. seandainya di dunia ini pintar semua, tidak akan ada amplop ke kyai. Makanya klo kyai waras, saat disalam templek akan istighfar karena agak musibah. Paham ya
Makanya saya itu agak syukur, jadi kyai yang agak nggak dapat salam templek. gak terlalu musibah. Makanya kau tidak perlu jadi orang yang terlalu alim tahqiq, karena ketika mendapat salam templek akan merasakan hisabnya .
Itulah Allah. Jadi Allah itu membuat manusia:
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
Sukhriyya itu tempat bahan tertawaan. Lha iya kan. Kalian sekarang jadi kyai hafal al-Quran, larisnya juga karena ada orang kaya. Jadi bisa kalian bilang penghapal Al-Quran butuh orang kaya. Nanti orang kaya ndilalah juga ditakdirkan butuh kyai penghapal beneran, entah dipakai jimat, entah dipakai tabarruk, pokoknya ditakdir butuh.
Pejabat juga begitu, tiap kali ingin menjabat sowan kyai. Tapi kyai bangga juga tidak bisa. Wong dia yang membutuhkan pejabat itu. Bergiliran saja: Setelah dibutuhkan, selanjutnya membutuhkan. Setelah dibutuhkan, selanjutnya membutuhkan. Begitu seterusnya.
Seumpama tanpa itu, jadinya dunia hancur. Itulah Allah. Jadi
لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُ
Makanya zaman Rasulullah SAW sugeng, ketika memberi contoh itu:
“Kau dengan pembantu itu bagus mana? Kata beliau SAW, seumpama tidak ada pembantu, kau juga tidak akan bisa melakukan pekerjaanmu. Cuma dia ditakdirkan Allah menjadi pembantu.”

SEDEKAH YANG PASTI DITERIMA


Makanya saya pernah membaca di hadits, syarat shadaqah diterima Allah itu ada satu yang pasti diterima, jika kamu bisa melakukan, yaitu kau tidak merasa memberi orang itu sebagaimana butuhnya orang itu kepadamu. Jadi sama rasanya. Begitu pula mengajar dan dakwah.

Misalnya:
Saya sedekah ke Rukhin 100ribu. Siapa yang lebih butuh coba?
Rukhin butuh uang karena melarat. Ok, ia butuh uang karena melarat.
Saya juga butuh ganjaran sedekah. Itu artinya butuh orang yang bisa menerima.

Jadi setiap kali kalian shadaqah, otomatis juga merasakan membutuhkan orang yang disedekahi. Yaitu sedekah itu diterima Allah menunggu hingga ada yang menerima sedekahnya.

Jadi kalian jangan ada perasaan memberi. Kalau kalian punya perasaan memberi, jadinya nanti otoriter, merasa sok, rentan mengungkit-ungkit, rentan sok berjasa. Padahal sesungguhnya kalian juga membutuhkan.

Apalagi setelah ada sistem perbankan sekarang malah bisa dibikin analogi sedekah itu tidak ada gunanya (manfaat ke orang). Kita simpan uang di bank 1 m, (bank butuh kita nasabah menyimpan, kita butuh bank agar uang kita aman). saat diambil tetap utuh 1 m. Lha orang shadaqah itu klau mengungkit-ungkit sungguh lucu. Goblok benar. Tidak goblok bagaimana, dia bersedekah kan bilang berharap akan dibalas di akhirat. Itu kan cuma seperti menaruh uang di bank, kelak akan kau ambil lagi. Sedekah 1 jt ke Rukhin, anggap saja kalian ambil lagi di akhirat, cuma kalian titipkan Rukhin. Ya sudah begitu, berarti kan tidak ada, faktor amal ke orang lain kan tidak ada karena kamu yakin itu akan kamu ambil lagi di akhirat. Shadaqah yang kelasnya sudah begini kemungkinan dibatalkan bil manni wal adza itu kecil.

Sama seperti mengajar dan dakwah. Saya mengajar, niat dapat surga. Ya sudah selesai. Tapi kalau saya merasa berjasa: ingin dihormati, disukai, tersinggung, macam2, ruwet. Saya tidak sejenis itu. Paham ya. Naudzubillah. Mengajar seperti itu kampungan. Ruwet. Jadinya bento.
Makanya dilatih ya, ilmu hakekat itu dilatih. Nanti lama-kelamaan baik.

Kalian mengaji juga begitu. Tidak usah merasa macam-macam, ngaji ya ngaji. Ditulis Allah ya sudah. Paham ya. Ini asli dasar hukum.

Lalu Allah ngendikan: Allah saat membuat kesalahan, itu akan barokah.
Artis yang cantik2, dapat uangnya dari iklan shampo. Adanya shampo, barokahnya kutu dan ketombe. Seandainya tidak ada ketombe dan kutu, tidak akan ada perusahaan shampo jadi kaya raya, tidak ada karyawan dapat makan. Lha iya, kaya rayanya dan cantiknya demikian pongah, ternyata rezekinya hanya dari kutu dan ketombe.
Itulah Allah. Manusia hanya tontonan. Kau tidak boleh protes. 😆

Jadi ngendikane Nabi SAW: orang kalau merasa terlalu mulia, harus ingat, hampir semua asbaburrizqi itu dari masalah2 kesalahan. Itu sebagai Allah mengejek manusia bahwa manusia itu cuma sedemikian saja.
Sayyidina Ali mencontohkan betapa hinanya manusia itu ketika shalat. Disyaratkan tidak boleh ada najis, kena tahi ayam dibersihkan, pakaian kotor dicuci. Tapi ternyata ada tontonan yang naif, yaitu tiap manusia (shalat) pasti membawa isi perutnya, yang ada tahinya. Jadi orang ke mana-mana itu bawa WC. Kalau kita ingat yang demikian itu lalu di mana kemuliaan kita? Sudah menyebut wajib suci tapi sepele ternyata tetap membawa WC. Itulah Allah.

Jadi manusia ketika merasa mulia, pongah, sombong, kumoluhur, disuruh: ma fi ma iddatika
Sayyidina Ali mengingatkan yang kau bawa itu apa? Maksudnya kotoran yang dibawa ke mana-mana.

Jadi ingat2 ya. Ini ngaji supaya tahu bahawa konflik2 itu asal tidak sampai maksiat, seperti hingga saling bunuh, itu baik, karen tatanan sosial itu bergantung pada perbedaan.

Saya pernah membaca riwayat di sebuah kitab. Saya yakin hadits ini tidak dhaif.
la tazaalu ummati fi khairin maa tabaayanu
Umatku ini akan selalu baik, kalau mereka itu beda. Kalau mereka itu mau beda.

 Tapi jangan dipaksakan beda lho. Tapi kalau mereka sepakat, malah tidak baik.
Karena dalam bnayak kebaikan ini butuh orang macam2. Misalnya jika semua i’tikaf di masjid, gak adaa yang di perempatan. Terus yang menolong orang kecelakaan siapa? Jika ada orang tersasar yang ditanya siapa? Terus keluarga yang sakit di rumah yang mengurusi siapa? Tapi jika semua di rumah, yang mengurus masjid siapa?
...
Paham ya. Jadi sekarang mulai menerima perbedaan-perbedaan.Seumpamamanusia tidak saling berbeda, malah sistem ibadah hancur:
لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُ
Itu sudah kehendak Allah.

***
Sepenggal Pengajian Gus Baha'
nanti Lanjut AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR 
(supaya tidak jadi EKSTREMIS, tapi juga tidak jadi PEMALAS)

0 comments:

Posting Komentar