Masjid Al-Ikhlas
Home » , , , , » Gus Baha': Menjadi Wali dan Keramat

Gus Baha': Menjadi Wali dan Keramat

Pagi ini ditakdir pencet file Hikam Januari 2014. Saya tulis sepenggal saja di bawah ini.

**
كيف تخرق لك العوائد وأنت لم تخرق من نفسك العوائد
Kaifa: hale kaya apa
tukhraqu: den suwek utawa den buwak utawa den rusak
laka: keduwe sira (apa?)
al 'awaidu: pira2 kebiasaan (adat utawa kebiasaan)
wa anta: utawi hale sira (iku)
lam takhriq: iku ora ngrusak sira utawa ora nyuwek sira, ora ngilangi sira
min nafsika: saking awak dhewe sira
Kau tidak merobek atau tidak membuang
al 'awaida: kebiasaan/adat

Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?
Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?

Yang disebut keramat adalah terjadinya sesuatu yang menyelisihi adat
 امور خوارق للعاده
amrun khawariqun fil 'aadah
Contoh:
Bunda Maryam di musim panas tiba2 dapat anggur
Wali Syekh Abdul Qadir duduk santai dapat anggur, atau apel

Sesuatu yang menyelisihi adat itu hanya diberikan kepada orang-orang yang tirakatnya juga menyelisihi adat.
Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?

Kita ini kalau waktunya makan kan makan sampai kenyang, tidur juga tidur sampai puas, misal ngobrol juga sampai puas, apa saja menuruti adat. Tapi mau kita dalam hal keramat kok tetap ingin keramat. 😆😅

Nah, itu diejek oleh Al-Hikam, bagaimana mungkin bisa punya keramat sedang dirimu sendiri tidak dapat menghilangkan adat. Kau tidak akan dihilangkan hukum adatmu, alias akan menjadi orang biasa-biasa saja, selama kau tidak menghilangkan kebiasaan. 
Jadi untuk jadi wali itu punya keramat menyelisihi adat karena sekian lama berhasil membuang nafsu, meninggalkan kebiasaan (menyelisihi adat). 

Masyhur, Hasan Syadzali puasanya tiga hari (puasa wishal). Syekh Abdul Qadir juga demikian, tidak makan tiga hari, dan baru ketika mau makan saja, di hadapannya ada sepucuk surat:
انما جعلت الشهوات لضعفاء عبادي ليستعينوا بها على الطاعة 
Syahwat makan itu buat orang-orang yang lemah. Kau wali kok makan terus alasan untuk kekuatan taat, mudahnya berarti kau bukan wali. 😅
Intinya, orang sampai sekeramat itu karena sekian lama meninggalkan kebiasaan.
كيف تخرق لك العوائد وأنت لم تخرق من نفسك العوائد
Kau tidak akan dibuka adat2 yang biasa, selagi kau belum bisa membuang adat-adat kebiasaan.
Sederhananya: orang bisa sampai keramat luar biasa karena berhasil membuang nafsu, membuang adat secara luar biasa.
Sudah, saya lanjutkan.

ما الشأن وجود الطلب، إنما الشأن أن ترزق خسن الأدب

Jadi sebabnya wali itu jadi keramat juga memakai dalil ini.

masysya'nu: utawi ora ana keagungan (tingkat yang agung) (sya'nu: tingkat yang agung)
يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
karena itu disebut dhamir sya'n

masysya'nu: ora ana utawi sifat sing agung utawa keagungan sing sejati atau ketauhidan yang sejati (iku)
wujudith thalabi: iku wujude barang sing kok jaluk neng Allah
innama: ananging namung (?)
assya'nu: utawi sifat sing agung utawa keagungan kang sejati (iku)
anturzaqa: yen ta den rezekeni sira
husnal 'adabi: ing baguse tata krama

INI HAPALKAN SUNGGUH-SUNGGUH YA!
ما الشأن وجود الطلب، إنما الشأن أن ترزق خسن الأدب
Misalnya begini: wali dengan wali

Walilah juga ada klasemennya. Shultonul auilya' ketua wali, ada anggota wali, ada wali biasa, wali qutb, wali autad (tiang pancangnya bumi), wali abdal, wali nujaba', wali athfal, wali aqthab, dll.

Ada wali berdoa. Setelah berdoa di musim kemarau, hujan turun bener. Kalau dia wali beneran, dia lebih menikmati ketika berdoa, karena ketika berdoa, dia memiliki adab menerima sebagai kawula (hamba, abdun) yang ibadahnya hanya berdoa, mengharap rahmat Allah SWT. Paham Gus Hasyim?
Jadi ketika berdoa itu dia sudah aman ubudiyah:
"Kula kawula sing rendah namung saget nyuwun Panjenengan. Sudah sepantasnya saya lemah meminta pada-Mu. Sudah sepantasnya saya sujud kepada-Mu. Sudah seharusnya saya kemawula (bertindak sebagaimana hamba) pada-Mu, bergantung pada rahmat-Mu." 
Ketika turun hujan sungguhan, wali malah biasa sikapnya. Di pihak lain, orang awam mengukur doa wali itu mempan, karena ada hujan. Kalau walinya malah biasa, baginya itu tidak penting. Adanya hujan itu adalah wujudith thalab, yang dicari semua. Tapi reputasi wali itu sendiri bergantung husnul adab. Jadi dia lebih nyaman karena husnul adab.

JADI WALI (MENGAPA GUS BAHA JARANG MENJADI IMAM)

Karena itu sebenarnya jadi wali itu juga mudah. Artinya misalnya seperti saya. Saya merasakan sungguh. Misalnya saya sujud, saya menangis sungguh, ... nangis benar, karena itulah saya jarang jadi imam, karena ketika saya sujud pasti merasa nyaman:
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Kau kalau sudah berani sujud, berani merasa dekat Pangeran merga duwe sujud: "Ya Allah alhamdulillah sujud, saya kok sujud. Sujud itu perintah-Mu, saya bisa melaksanakan perintah-Mu. Alhamdulillah, Gusti, kula saged sujud:
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Panjenengan perintah sujud, kula sujud.

Itu sudah syukurnya mentok, karena ya itu tadi dia sudah punya adab, sudah sungkem di hadapan Allah SWT. Itu yang disebut:
خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
sudah sungkem. Paham ya.
Nah, ketika sudah sungkem itu terus misalnya wali itu berdoa: misalnya "Saya minta doa saya terkabul hajat saya. Disembadani atau tidak, itu sudah tidak penting. Seumpama oleh Allah tidak disembadani,  itu tetaplah prestasi yang luar biasa.karena sudah berhasil memiliki adab. Paham ya!

***
Sepenggal pengajian Gus Baha' Januari 2014, Al-Hikam makalah 138 dan 139

Mohon dikoreksi,
Korek Engkek

0 comments:

Posting Komentar