Masjid Al-Ikhlas

Gus Baha': Menjadi Wali dan Keramat

Pagi ini ditakdir pencet file Hikam Januari 2014. Saya tulis sepenggal saja di bawah ini.

**
كيف تخرق لك العوائد وأنت لم تخرق من نفسك العوائد
Kaifa: hale kaya apa
tukhraqu: den suwek utawa den buwak utawa den rusak
laka: keduwe sira (apa?)
al 'awaidu: pira2 kebiasaan (adat utawa kebiasaan)
wa anta: utawi hale sira (iku)
lam takhriq: iku ora ngrusak sira utawa ora nyuwek sira, ora ngilangi sira
min nafsika: saking awak dhewe sira
Kau tidak merobek atau tidak membuang
al 'awaida: kebiasaan/adat

Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?
Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?

Yang disebut keramat adalah terjadinya sesuatu yang menyelisihi adat
 امور خوارق للعاده
amrun khawariqun fil 'aadah
Contoh:
Bunda Maryam di musim panas tiba2 dapat anggur
Wali Syekh Abdul Qadir duduk santai dapat anggur, atau apel

Sesuatu yang menyelisihi adat itu hanya diberikan kepada orang-orang yang tirakatnya juga menyelisihi adat.
Bagaimana Anda punya kebiasaan yang dihilangkan Allah, sedangkan dirimu sendiri tidak menghilangkan kebiasaanmu?

Kita ini kalau waktunya makan kan makan sampai kenyang, tidur juga tidur sampai puas, misal ngobrol juga sampai puas, apa saja menuruti adat. Tapi mau kita dalam hal keramat kok tetap ingin keramat. 😆😅

Nah, itu diejek oleh Al-Hikam, bagaimana mungkin bisa punya keramat sedang dirimu sendiri tidak dapat menghilangkan adat. Kau tidak akan dihilangkan hukum adatmu, alias akan menjadi orang biasa-biasa saja, selama kau tidak menghilangkan kebiasaan. 
Jadi untuk jadi wali itu punya keramat menyelisihi adat karena sekian lama berhasil membuang nafsu, meninggalkan kebiasaan (menyelisihi adat). 

Masyhur, Hasan Syadzali puasanya tiga hari (puasa wishal). Syekh Abdul Qadir juga demikian, tidak makan tiga hari, dan baru ketika mau makan saja, di hadapannya ada sepucuk surat:
انما جعلت الشهوات لضعفاء عبادي ليستعينوا بها على الطاعة 
Syahwat makan itu buat orang-orang yang lemah. Kau wali kok makan terus alasan untuk kekuatan taat, mudahnya berarti kau bukan wali. 😅
Intinya, orang sampai sekeramat itu karena sekian lama meninggalkan kebiasaan.
كيف تخرق لك العوائد وأنت لم تخرق من نفسك العوائد
Kau tidak akan dibuka adat2 yang biasa, selagi kau belum bisa membuang adat-adat kebiasaan.
Sederhananya: orang bisa sampai keramat luar biasa karena berhasil membuang nafsu, membuang adat secara luar biasa.
Sudah, saya lanjutkan.

ما الشأن وجود الطلب، إنما الشأن أن ترزق خسن الأدب

Jadi sebabnya wali itu jadi keramat juga memakai dalil ini.

masysya'nu: utawi ora ana keagungan (tingkat yang agung) (sya'nu: tingkat yang agung)
يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
karena itu disebut dhamir sya'n

masysya'nu: ora ana utawi sifat sing agung utawa keagungan sing sejati atau ketauhidan yang sejati (iku)
wujudith thalabi: iku wujude barang sing kok jaluk neng Allah
innama: ananging namung (?)
assya'nu: utawi sifat sing agung utawa keagungan kang sejati (iku)
anturzaqa: yen ta den rezekeni sira
husnal 'adabi: ing baguse tata krama

INI HAPALKAN SUNGGUH-SUNGGUH YA!
ما الشأن وجود الطلب، إنما الشأن أن ترزق خسن الأدب
Misalnya begini: wali dengan wali

Walilah juga ada klasemennya. Shultonul auilya' ketua wali, ada anggota wali, ada wali biasa, wali qutb, wali autad (tiang pancangnya bumi), wali abdal, wali nujaba', wali athfal, wali aqthab, dll.

Ada wali berdoa. Setelah berdoa di musim kemarau, hujan turun bener. Kalau dia wali beneran, dia lebih menikmati ketika berdoa, karena ketika berdoa, dia memiliki adab menerima sebagai kawula (hamba, abdun) yang ibadahnya hanya berdoa, mengharap rahmat Allah SWT. Paham Gus Hasyim?
Jadi ketika berdoa itu dia sudah aman ubudiyah:
"Kula kawula sing rendah namung saget nyuwun Panjenengan. Sudah sepantasnya saya lemah meminta pada-Mu. Sudah sepantasnya saya sujud kepada-Mu. Sudah seharusnya saya kemawula (bertindak sebagaimana hamba) pada-Mu, bergantung pada rahmat-Mu." 
Ketika turun hujan sungguhan, wali malah biasa sikapnya. Di pihak lain, orang awam mengukur doa wali itu mempan, karena ada hujan. Kalau walinya malah biasa, baginya itu tidak penting. Adanya hujan itu adalah wujudith thalab, yang dicari semua. Tapi reputasi wali itu sendiri bergantung husnul adab. Jadi dia lebih nyaman karena husnul adab.

JADI WALI (MENGAPA GUS BAHA JARANG MENJADI IMAM)

Karena itu sebenarnya jadi wali itu juga mudah. Artinya misalnya seperti saya. Saya merasakan sungguh. Misalnya saya sujud, saya menangis sungguh, ... nangis benar, karena itulah saya jarang jadi imam, karena ketika saya sujud pasti merasa nyaman:
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Kau kalau sudah berani sujud, berani merasa dekat Pangeran merga duwe sujud: "Ya Allah alhamdulillah sujud, saya kok sujud. Sujud itu perintah-Mu, saya bisa melaksanakan perintah-Mu. Alhamdulillah, Gusti, kula saged sujud:
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Panjenengan perintah sujud, kula sujud.

Itu sudah syukurnya mentok, karena ya itu tadi dia sudah punya adab, sudah sungkem di hadapan Allah SWT. Itu yang disebut:
خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
sudah sungkem. Paham ya.
Nah, ketika sudah sungkem itu terus misalnya wali itu berdoa: misalnya "Saya minta doa saya terkabul hajat saya. Disembadani atau tidak, itu sudah tidak penting. Seumpama oleh Allah tidak disembadani,  itu tetaplah prestasi yang luar biasa.karena sudah berhasil memiliki adab. Paham ya!

***
Sepenggal pengajian Gus Baha' Januari 2014, Al-Hikam makalah 138 dan 139

Mohon dikoreksi,
Korek Engkek

Gus Baha': Asal Mula Segala Konflik Adalah Hasud karena Riyasah

Makanya saya berulang kali menyampaikan, semua tradisi agama, agama Semitik, itu mirip-mirip: Yahudi, Nasrani, itu mirip-mirip. Oleh sebab itu Quran pun juga bilang:
مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ 
والإنجيل

Semua kitab suci itu mirip-mirip.
Kemudian ketika ada kebencian, ada perlawanan, saling bunuh, itu sudah, pasti menyangkut riyasah.

Tentang RIYASAH lihat di: https://web.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/411279582902448/

Itu mulai dahulu kala, mulai zaman Nabi Adam hingga kiamat ya sudah begitu.
Makanya Al-Quran pun setiap mengunsurkan kebencian, kekafiran, kemunafikan, pasti:
حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
Asal perlawanan itu pasti karena hasud. Paham ya? Pasti karena hasud.

Misalnya tema-tema tentang mesiah, misalnya Isa nanti turun qabla saat, orang Kristen maupun Islam sama saja. Mirip-mirip. Contoh lain: adanya kiamat, Islam, Kristen, Yahudi sama-sama percaya hisab, sama-sama percaya kiamat.
Sebab itu Al-Quran juga biasa menerangkan sejajar:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَىٰ وَالصَّابِئِينَ
 وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
Baik yang iman, atau musyrik, atau Majusi, atau Nasrani

مَنْ آمَنَ (منهم)  بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Itu ya karena dalam banyak hal kadang sama
Bahkan di juz 6 itu;
وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ
Dalam banyak hal kita sama.
"Jadi manusia itu seyogyanya yang bermental hamba."
"Jadi manusia itu seyogyanya yang bermental hamba."

RIYASAH BERUJUNG TAHRIF

Tapi kemudian memang ada periode tahrif. Tahrif itu rata-rata juga karena riyasah. Tahrif itu yang mulai riyasah. Perubahan-perubahan kitab juga faktor riyasah.
Jadi ketika Islam dulu berkiblat ke Baitul Maqdis, orang Yahudi tidak tersinggung karena Islam dianggap agama kecil. Agama baru kecil, dan kiblatnya sama, berarti dianggap anak buah, tidak dianggap problem.
Karena itu, pertama kali Nabi SAW datang pindah ke Madinah kok kiblatnya menghadap Baitul Maqdis, dalam jangka waktu 16 bulan, orang2 Yahudi tidak ada reaksi apa2,
"Bagus ini anak. Dia bikin agama baru mirip agamaku."😆
Manusia jika diikuti kan merasa bangga. Paham ya!

RIYASAH => SUKA FOLLOWER

Karena itu di tarikh2, ketika pertama kali Nabi SAW datang, senang orang Yahudi, karena agama baru kok menuruti agamanya.
Manusia diikuti itukan bangga. Paham ya.
Itu kan sama dengan kyai melihat PNS tetangga barunya, kok mau pakai sarung, kyai bilang, "Wah santri itu."😆
Orang itu ketika diikuti orang lain, pasti merasa suka: tidak kyai, tidak Yahudi, tidak Nasrani.
Kyai bilang, "Bagus itu, pakai sarung."
Padahal sarungan cuma karena bosan pakai celana. 😂

Tapi meskipun cuma begitulah manusia kan senang kalau ada yang mengikuti. Nah, orang Yahudi juga demikian dulu itu.
Satelah periode itu, Nabi menghadap ke kiblat ke Ka'bah. Nah itu lalu menjadi perkara.
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا
Mulailah menjadi perkara.

ASAL USUL KATA ABDUN SEBAGAI KATA TERTINGGI

Nabi Muhammad SAW berperkara dengan orang Nasrani juga karena riyasah.
Jadi Nabi Muhammad itu kan tahu ketika pada puncak kariernya, Nabi Isa dikultuskan, hingga dianggap Tuhan atau anak Tuhan.
Nabi Muhammad sebenarnya juga ingin menyanjung Isa. Bagaimanapun Isa juga nabi. Berhubung trauma Nabi Isa dianggap anak tuhan, setiap kali menyanjung Nabi Isa, Nabi Muhammad selalu bilang abdun. Itu membuat orang Nasrani tersinggung, orang hebatnya demikian kok disebut abdun. Abdun maknanya kan budak atau kawula.
Yang seperti itu tidak masalah ... (?) saja, kyai seperti Musthofa pun jika dibilang abdun juga tersinggung, cuma disebut kawula. Disebut syekh (?) atau orang hebat kan bisa? Ini nabi hanya disebut abdun. Misal ada ulama besar, atau ulama kecil, kyai langgar, atau dosen, atau doktor, dipanggil abdun, tersinggung tidak? Abdun, kawula!
Paham ya?
إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ 
Itu membuat tersinggung
Karena tradisi perlawanan terhadap kemusyrikan ini, malah Nabi Muhammad punya tradisi panggilan tertinggi itu abdun. Kalian saya beritahu supaya paham bila memaknai Al-Quran.Ini ilmu tafsir. Paham ya.
Dengan penyebutan abdun, otomatis nabiyyun li uluhiyati isa. Penyebutan abdun adalah penyebutan tertinggi karena dengan penyebutan abdun artinya adalah abdullah, kawulane Allah, yang otomatis menunjuk: "Nggak mungkin Isa itu tuhan. Tidak mungkin manusia itu Allah, karena cuma abdun."
Dengan demikian kata abdun adalah kata yang paling dicintai Allah. Dalam Al-Quran semua kata abdun itu menjadi tertinggi, karena merupakan satu kata yang masihun (?) li uluhiyah ghairullah, yaitu satu kata yang menunjuk tidak mungkin selain Allah menjadi tuhan.
Paham ya.
Sebab itu Allah ke NAbi Muhammad yang disebut sayyidul awwalin wal akhirin, nabi terbaik, itu istilahnya tetap:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ
Ahlul jannah ketika masuk surga istilahnya
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
baru:
وَادْخُلِي جَنَّتِي

JADI KAU ITU MBOK YANG KEMAWULA

Oleh sebab itu kalian kalau mengaji tasawuf, yang menjadi kebanggaan adalah:
لازم العبودية العبدية
"Kau itu seyogyanya bermental kawula. (hamba). Jadi manusia yang kemawula (merasa betul dirinya hamba), yaitu jangan sok berlagak menjustifikasi seolah kau Allah." 

Tapi ada satu periode seperti periode seperti sekarang ini, orang menjadi bento semua: dipanggil syekh seneng, dipanggil kyai suka. 🤦‍♂️
Sebenarnya lebih hebat tabib (?) 😆

Padahal kalau mengaji, akan tau bahwa isinya Al-Quran:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ
Coba kalian tanyakan kyai mana saja bahwa makna:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ
عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ
Artine abdan di situ apa? Nabi Muhammad ataukah budak Bilal? Nabi Muhammad kan? Paham ya?

Jadi Muhammad itu saking lawannya terhadap uluhiyatu Isa. Nabi Muhammad lahir setelah periode Isa. Secara mudahnya, Nabi Muhammad menjadi rasul setelah periode Nabi Isa yang pada periode itu sudah terjadi kemusyrikan, yaitu orang menganggap Isa ibnullah atau Isa ainullah (?)

Sebab itu Nabi SAW melawan besar-besaran, dimulai dari kampanye tauhid, hingga kampanye kata-kata, yaitu kata tertinggi justru abdun.

Isa disebut demikian, orang Nasrani tidak terima, orang hebatnya demikian kok hanya disebut abdun. Tapi Nabi SAW juga konsekuen. Beliau SAW pun menyebut diri sendiri juga abdun.
Akhirnya:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ
عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
وَادْخُلِي جَنَّتِي

Ini supaya kalian tahu maksudnya. Lha kalian baca berulang kali tidak paham maksudnya. 😆
Tidak tahu asal-usulnya, bahwa kata itu benar-benar sakral ada sejarahnya. 🤦‍♂️
Paham ya? Untuk melawan trinitas.

Jadi merasa kawula itu yang terbaik. Karena itulah tasawuf bilang:
كن مرادا ولا تكن مريدا
Karena masalahnya sekali muridan kau bagaikan tuhan saja. Seolah kau punya kehendak, seolah kaulah yang menentukan dunia. 
Kau itu manusia belaka, maka: kun muradan wa la takun muridan
Itu kan dari bentuk abdiya: kalau kamu merasa hamba, ya merasa harus diperlakukan hamba, yaitu kau tidak punya hak menentukan alam semesta.

Makanya kalau di kitab2 tasawuf:
العاقل إذا أصبح نظركيف فعل الله به
الغافل إذا أصبح نظر كيف أفعل به
"Jadi orang yang waras, yang punya akal, itu kalau bangun tidur memikirkan: hari ini Allah memberi aku apa? Atau ma yas'alullahu bihi, Allah akan memperlakukan saya seperti apa.
Artinya yang hadir pertama itu Allah.
Tapi al-ghafil, orang yang lalai, ketika bangun tidur, mikirnya: aku nanti mau apa? Isi pikirannya selalu aku (tentang dirinya) saja. Seolah dirinya penting saja."

Sebab itu kemudian kata abdun menduduki posisi tertinggi, karena kampanye besar-besaran untuk melawan tuduhan atau sangkaan bahwa Isa itu tuhan.

Syariat Isa yang terlalu bersih kemudian dilawan Nabi Muhammad, ini penting supaya Musthofa (maksudnya kalian semua santri saya) tahu bahwa khusyu' itu tidak boleh, karena khusyu' itu menghasilkan mitos, menghasilkan kultus. 😂

Isa itu kecelakaan, menjadi nabi terlalu baik, prestasinya terlalu baik. Sudah terlalu baik, mukjizatnya spektakuler, yaitu menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta. Mukjizat itu yang sedang-sedang saja, Mus, nanti akan keramat, karena kalau spektakuler malah menjadikan blunder, (seperti) akhirnya Isa malah disangka tuhan.

Sebab itu periode Nabi Muhammad melawan dengan kampanye. Beliau yang disebut sayyidul awwalin wal akhirin, malah sering kali al-A'rad al-Basyariyah, menampakkan sisi kemanusiannya. Ya itu, keliru-keliru itu termasuk sisi kemanusiaan.
Yang penting tauhid aman, semakin tampak al a'rad al basyariyah tauhid akan aman. Paham ya.
Misalnya seperti saya ini. Saya dianggap alim. Kau harus tetap memperlihatkan al-a'rad al-basyariyah. Kamu harus yakin misalnya kau jadi orang alim:
"Lalu setelah Gus Baha' nanti siapa yang mengaji tafsir?"
"Ya kau saja."
"Lha seandainya tidak alim?"
"Seadanya pun, asal Allah masih ada ya akan baik-baik saja." 😆
Harus begitu, supaya tauhid aman.
Jangan bikin dinasti sendiri: yang kyai pantesnya dinasti yang ini, nggak tau "AL" (sebutan) apa situ. Kok bikin aturan sendiri. 🤦‍♂️
Paham ya? Ini masalah-masalah yang sensitif. Oleh ahli tasawuf, ini disebut syirik khafi, ketika kamu tidak lulus dalam masalah ini, disebut syirik khafi.
Akhirnya Nabi Muhammad sering terlihat makan di depan umum, bahkan sering jalan-jalan di pasar, satu hal yang menurut ulama termasuk muru'ah, makan di pasar itu kan menurut ulama muru'ah, apalagi bagi nabi, tapi Al-Quran justru menurunkan itu:
Aku tidak akan mengutus rasul
إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ
Jadi lucu, Kang, sebuah kitab suci yang konsepnya samawi, mengonsep orang sempurna, rasul, malah:
إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ
Rasul kuutus mulai dulu itu memang orang-orang yang perilakunya
لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ
ya doyan makanan, juga mau jalan-jalan di pasar.
Mengapa sifat makan makanan kok menjadi prestasi?
Karena ketika Isa terlalu nampak tirakat, malah dianggap tuhan:
"Mbah Yai itu lho sakti mandraguna. Tidak makan tiga hari, bisa terbang."
Lha itu kan kebohongan publik, bisa terbang beneran atau tidak kok kau bilang bisa terbang?
Artinya kesucian itu malah menjadi kasus. Oleh sebab itu al a'rad al basyariyah untuk melawan kemusyrikan itu justru bagus. Menyanjung nabi tidak dengan sifat misalnya zuhud, dan lain-lain, tapi Al-Quran malah menyanjung Nabi dengan
إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ

Ketika Allah ingin menghilangkan anggapan Isa tuhan, maka saat mensifati Isa juga demikian:
كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ
Isa dan ibunya juga doyan makanan.
Itu kan parah, kyai kau bilang begitu juga akan tersinggung.
"Ustadz juga manusia" Tersinggung 😆
 "Pak Kyai doyan uang." tersinggung
padahal doyan beneran. 😂
Padahal itu nggak apa-apa. Semakin tidak kultus, itu malah baik karena tauhid akan aman.
Ini ingat-ingat ya!

TEORI GUS BAHA TERBANTAH SANTRINYA

Lha masalahnya sekarang tidak begitu. Misalnya kau jadi kyai kok lagi di puncak karier, kok jadi seolah agama ini kalau kau tinggal menjadi redup. Seolah kau yang mengendalikan agama. Itu sudah musyrik. Agama kok kaya milik kakek buyutnya. Lalu diwariskan anaknya. 🤦‍♂️😂
Makanya benar Sayyidina Umar. Saya setuju model Umar. Ketika beliau menjadi khalifah, kroni-kroninya tanya: "Njenengan mbok wasiat khalifah selanjutnya siapa."
Lalu ada lagi kroninya yang usul, "Putra Anda saja."
Dijawab Umar, "Kok kukasihkan anakku itu memangnya Islam milik mbahku?"
Khulafaur rasyidin pun punya tradisi baik. Agama itu bukan milik mereka. Sebab itu tidak mesti diwariskan anaknya.
Nabi Muhammad juga punya percontohan baik. Setelah belia SAW, yang jadi khalifah Abu Bakar. Setelah itu Umar. Lalu Utsman. Itu orang lain semua. Tidak seperti sekarang kyai waris-mewaris ke anaknya.
(Tiba-tiba Kang Rukhin menyela: "Lha Njenengan apa bukan putra kyai?" ) 😅
(Gus Baha' pun menjawab:)
Kalau alim tidak apa-apa. 🤣🤣🤣
Tapi yang jelas nggak boleh turun-temurun bikin aturan sendiri.
(Santri ngeyel: "Kalau alim nggak papa." 🤣🤣)

***
Sepenggal pengajian Gus Baha' Al-Maidah 109-115

tentang al-A'rad al-Basyariyah lihat di:
https://web.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/440187653344974/
https://web.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/441465189883887/

Tolong, bagian koreksi kutipan2 bahasa Arabnya  Gus Muhammad Umar Faruq dan Gus Maulana 😅

Gus Baha': Cerita-Cerita Kewalian (Maqam Muqarrabin)

Ini cerita alam ruh.
Ketika Kanjeng Nabi SAW, bertemu nabi lain, pernah bercanda begini:
‫علماء أمتي كأنبياء بني إسرائيل
"Kealiman ulama umatku setingkat Nabi Bani Israil."

Nabi Musa pun protes, "Nggak bisa! Mana bisa ulama kok setingkat nabi! Sepandai-pandainya ulama tidak akan bisa menandingi nabi."

Dalam cerita itu, Kanjeng Nabi SAW memanggil Imam Ghazaliy, lalu ditunjukkan ke Nabi Musa, "Ini lho ulamaku yang ilmunya setingkat nabi."

Musa pun mengujinya, "Beneran? Namamu siapa?"
Imam Ghazaliy menjawab,
أنا أبو حامد محمد بن محمد الغزّالي الطوسي الشافعي

Karena jawabannya sampai 6, Nabi Musa protes, "Ditanyai nama kok jawabannya panjang sekali?!"
Imam Ghozaliy menjawab enteng, "Saya menghadapi manusia, ya wajar saya jawab dengan jelas. Lha Anda saja ditanyai Allah menjelaskan berkepanjangan?"
Yaitu ketika Nabi Musa ditanyai Allah:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ
"Yang di tangan kananmu itu apa, Musa?"
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَىٰ
"Ini tongkat saya, Gusti. Saya pakai untuk menopang badan, menggiring kambing, menjolok buah, dan untuk banyak keperluan lain."

Pawang Ular (1883) karya Charles Wilda
Pawang Ular (1883) karya Charles Wilda

"Itu Anda ditanya Allah kok menjawabnya panjang sekali?"
😂😂
Akhirnya Nabi Musa mengakui kepandaian Imam Ghozaliy.

Artinya itu dianggap satu kesalahan: menjelaskan berkepanjangan kok pada Allah, Dzat yang يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى.  Harusnya jawabannya standar saja.
Paham ya!
Sebab itulah dalam teori-teori sufi, di Hikam, di Ihya’, tidak ada doa panjang. Tambah panjang doa, tambah nggak mempan 😂
karena ada kecenderungan menjelaskan ke Tuhan. bisa malah dibiarkan. 😆
Kalau nggak panjang karena nggak hafal, itu lain lagi. 😂

MAQAM MUQARRABIN

Kemarin sudah saya cerita, kisah ketika Ibrahim akan dibakar dalam api, lalu ditanyai Jibril:
يا إبراهيم ألك حاجة ؟ 
“Ibrahim, kau akan dibakar dalam api, keadanmu demikian. Kalau butuh apa-apa kutolong?”
Jawab Ibrahim bagaimana?
أما إليك فلا
"Kalau kepadamu, aku tidak membutuhkan."
Jibril sadar, “Tidak. Maksudku bilang kepadaku, nanti kusampaikan ke Allah.”
Jawab Ibrahim bagaimana?
حسبي من سؤالي علمه بحالي
"Lha kalau masalahnya menyampaikan ke Allah saja, ya tanpa lewat Anda, Allah juga sudah tahu.” 😂
Oleh sebab itu jika sudah Maqam muqarrabin, jangankan manusia dan harta, Jibril saja dianggap hijab. 😅
Itu sudah mentok, (maqam) paling tinggi. 😅

Jadi  cerita:
لَا عِلْمَ لَنَا
adalah jawaban yang paling ilmiah. Tapi karena kita sudah di era kritis, era model kampus, model studi, model apalagi, ketika kita bilang:
الله أعلم بمراده بذلك
dibilang kemalasan berpikir. 🤦‍♂️
Padahal ya sama saja ketika mereka menafsirkan ya spekulatif.

***
Cerita Gus Baha' dalam menjelaskan Al-Maidah 109 (16 Desember 2008?) dari kitab2 sufi, seperti dalam syarh Ihya', dan banyak kitab lain. (Kisah dalam QS. Thaahaa)
Filenya di: 
https://web.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/418790948817978/
Nggak bisa nulis, saya copas saja. Syekh Google ga bisa menemukan kata "rasuli", adanya nabi  Boleh dibantu menuliskan. 😆 Kalau ada kekeliruan, mohon dikoreksi.

Gus Baha': Makna Mengabaikan Al-Quran dan Nahi Munkar (Supaya Tidak Jadi Khawarij)

Doa Pembuka: (Alfatihah)

Jadi saya jelaskan ya.
Kelak ada kitab yang namanya Syikayatul Quran,yaitu Al-Quran yang kita baca mengadu ke Allah (syikayah itu mengadu), karena nasibnya ditinggalkan, maksudnya tidak dipedulikan.
Saat nanti sowan ke Allah, Nabi SAW mengeluh:
يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Gusti, nasib Al-Quran itu sudah dibiarkan

Makna Mengabaikan Al-Quran

Dibiarkan itu maknanya begini:
Ini di tafsir Showi, saya bacakan supaya tidak menjadi khawarij.
Membiarkan itu ada yang kulliyah/total, bahkan tidak diyakini sebagai kalamullah/wahyu. Itu kafir tulen, benar-benar kafir.
Ada yang membiarkannya semi, agak iya agak tidak. Iman juga, tapi nggak paham. Jika ingin paham, ya pura-pura paham. Ini ruwet. 😆😆Ini banyak sekali. Dan itu juga muslim. Tetap muslim tetap mukmin, tapi dianggap fasiq.
Misalnya contoh gampang begini. Ini saya baca ya, jadi supaya Anda tidak menjadi khawarij. Saya bacakan Arabnya, nanti saya jelaskan:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Jadi ini Kanjeng Nabi SAW itu mengeluh Al-Quran itu diabaikan oleh orang kafir

(Gus Baha' membacakan tafsir shawi di bawah)


Tafsir Shawi Al-Furqan ayat 30
Tafsir Shawi Al-Furqan ayat 30

Jadi begini ya. (Ini) dhawuhnya Imam Shawi sebagai pensyarah Jalalain dan dhawuh ini pasti benar. Saya pastikan benar karena saya berkali-kali membaca di Shahih Bukhari, dan saya ajarkan di Sarang, di mana-mana, saya ulang-ulang.
Ayat ini bagaimanapun juga turun pada orang kafir yang i'rad (meninggalkan) Al-Quran itu artinya tidak menganggap itu sebagai kalamullah.
Tapi kalau orang mukmin seperti kita-kita ini meninggalkan Al-Quran dalam arti tidak mengamalkan, itu hanya fasiq. Fasiq pun kadang2 tidak jadi fasiq, karena ketaatannya lebih banyak.
Misalnya begini contoh mudahnya:
Ada orang maniak perempuan: Dia zina tidak mau, tapi kalau tidak cangkrukan di perempatan melihat perempuan cantik, kepalanya pusing. 😆
Banyak lho. Orang Islam itu mayoritas juga seperti itu. Kelakuannya begitu. 😂🤣
Nah, dia ngerti bahwa itu salah menurut Al-Quran, karena:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ 
Orang mukmin itu kalau bisa berpejamlah, jangan sampai melihat perempuan yang bukan mahram bukan istrinya ...
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
... dan menjaga farjinya dari zina

Jadi dia separuh sukses. tapi kalau nggak memandang, nggak sukses. 😆
Nah itu nanti untung2an. Kalau Allah pas dengan itu ya akan memaafkan. 😆
Misalnya ya Islamnya sudah lama, sudah jenggoten, macam2, dimaafkan 😂
Apalagi yang sudah ditakdir melarat seperti Rukhin, Sudah diampuni. 😆 Melaratnya itu kafaratnya,

Macam2. Ada juga orang alim. Biasanya dosa terbesar orang alim itu tidak berani nahi munkar karena tidak punya nyali atau punya perhitungan khasnya orang alim. Itu nanti kena khitab:
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ
Mestinya orang2 terpelajar itu harus mencegah kemunkaran.

Lha itu biasanya orang alim nggak punya nyali, karena tidak punya otoritas. Misalnya di Indonesia:
Dia tidak berhak (memiliki kuasa, atau surat sah kuasa) membubarkan Dolly. Lebih mudah walikota. Kyai hanya bisa berteriak zina itu haram, Dolly itu haram, tapi tidak punya otoritas membubarkannya.
Masih mendingan walikota, dengan SK pengangkatannya bersama Satpol PP-nya membubarkan Dolly. Dulu di Jakarta yang bisa membubarkan Kramat Tunggak itu Walikota Sutiyoso. Dolly di Surabaya yang bisa membubarkan walikota yang sekarang, perempuan dan malah dari PDI-P, bukan dari PKB. 😂
Ini kan ilmiah saja, tidak usah tersinggung. Itu faktanya ya seperti itu. 😂

Tapi ulama kalian bilang kalah dengan walikota perempuan yang membubarkan Dolly juga keliru. 
Hitung saja: orang yang tidak berzina karena didikan ulama mulai dari kelas kecil TPA, itu jutaan. Taruh saja Musthofa punya murid 20. Ada orang punya murid 100. Orang yg dididik antizina oleh ulama itu hasilnya jutaan mungkin puluhan juta dan mungkin mereka punya generasi yang ber-evolusi antizina sampai mati.
Seperti itu namanya juga nahi munkar karena makna nahi munkar itu al intiha anil munkar, pokoknya kejadiannya tidak jadi munkar. 

Itu yang saya sesali dari para mubaligh. Mubaligh itu sering bilang nahi munkar itu seperti membubarkan Dolly.
Tidak seperti itu saja, tapi juga setiap kemunkaran yang dihentikan, itu namanya nahi munkar
Makna nahi itu mencegah, artinya tidak melakukan atau tidak terjadi.
Dan itu ulama berkontribusi besar, hampir semua pondok. Saya baru membuka hal ini. Saya pernah bercerita ini ke Kyai Rumanto:
"Mas Rum, bikin pondok itu tidak usah sungguh2. Pokoknya ngaji, shalat menghadap ke kiblat., umumnya pondok. Ga usah menghasilkan santri alim, kalau untung ya dapat santri alim, kalau tidak pas momennya  ya sudah. paling tidak kelebihan pondok itu satu, misalnya kyainya tidak alim, atau agak tidak benar, ada kesepakatan menabukan zina. Ini kelebihan pondok, ada kesepakatan mentabukan; zina, mencuri, melakukan sesuatu asusila. sehingga kita punya konsensus dengan tradisi pondok TPO/TPA, di mana barang buruk dihukumi buruk." 
Kau tidak usah membayangkan ideal:
hafidz sampai lancar,
dilombakan sampai menang,
laris, 😆
tidak usah begitu, tidak usah berlebihan spt itu.
Ini penting saya utarakan.
Mencuri juga begitu. Polisi menangkap maling itu nahi munkar karena malingnya tidak jadi maling
Tapi jutaan orang yang tidak maling, yang tidak pernah maling, itu karena didikan ulama. (Ini juga nahi munkar).
Polisi menangkap yang pernah maling, ya nahi mungkarnya yan terlanjur maling. Membubarkan Dolly karena yang sudah kadung zina.
Kalau ulama malah mendidik santri mendidik umat mulai kecil,dan banyak jutaan yang bahkan tidak pernah zina karena didikan ulama. Mulai dari yang pakai kharizma sampai yang menakut-nakuti sopor diiris alat kelaminnya. 😆
Itu modele Rukhin yg bisa menjelaskan: kelak yang zina ditusuk alat kelaminnya. Kalau saya tidak tega. 😆
Macem2 lah penjelasannya.
Nah itu. Saya ulangi lagi:
Bahkan di antara akidah alussunah:
Ini dengarkan sungguh2, kalian boleh nggak cocok, tapi klo gak cocok itu keliru, neraka kalian, karena ini nashnya Allah:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
Orang yang sukses menghilangkan dosa besar, itu insyaAllah dosa kecilnya dimaafkan

Jadi misalnya seperti Rukhin biasanya di perempatan jalan lihat perempuan, juga ditulis oleh Allah:
mata Rukhin dosa
hatinya berangan-angan, tetapi tidak berhasil
Ditulis terus oleh Allah
Tapi dia sukses meninggalkan zina: pokoknya aku klo melihat mau, kalau zina tidak akan!
Itu bisa saja di akhirat diampuni karena berkah meninggalkan dosa besar.

Misalnya kau benci pada tetangga, lalu menggunjingnya. Menggunjing itu berdosa.
Tapi bisa saja diampuni karena tidak membunuh tidak menyantetnya.

Jadi di semua segmen dosa itu kan ada kategorinya kelas berat, kelas ringan.
Misalnya nggak cocok dengan orang lain, dosa kelas atasnya membunuh. Kelas ringannya menggunjing.
Senang perempuan, dosa kelas beratnya zina, kelas ringannya memandang.
Itu kelak bisa saja barokah menjauhi dosa besar, dosa kecilnya diampuni.
Intajtanibu:
Jika kamu menjauhi dosa besar,
nukaffir 'ankum sayyiatikum
Biar orang2 zuhud tidak percaya lah, bagaimanapun juga itu dhawuh Allah.
jadi harus iman dan ini menguntungkan.  😆
Paham ya.
Pokoknya asal berhasil menjauhi yang besar, yang kecil diampuni.

Tapi pertanyaannya, menurut Fathul Mu'in, adalah: 
Masalahnya adalah yang kecil-kecil itu terus-terusan dan telanjur menumpuk menjadi besar. 
🤣🤣
Sengsara sudah. 😆 Nggak jadi kecil, karena akumulasinya menjadi besar.
Makanya ketika menerangkan wahyu ini, Nabi SAW sempat bercanda bertanya:
Kau tahu gunung? dhawuh Kanjeng Nabi SAW
Demikian besarnya gunung itu berasal dari butiran pasir kecil-kecil. Jadi bisa saja dosa Rukhin yang kecil-kecil itu sudah jadi gunung dosa. 😆

Karena itu kata Fathul Mui'in dalam menakrifi orang shaleh itu siapa? Yaitu "orang yang taatnya lebih banyak daripada maksiatnya." Bukannya tidak maksiat, karena nggak mungkin.
Cuma masalahnya akumulasi maksiat ini kan tinggi sekali.
Misalnya contoh mudah
maksiatnya orang melarat:
Di perempatan memandangi perempuan
Di perempatan menggunjing orang kaya
Hasut (dengki) terhadap orang
Bertengkar dengan istri

Maksiat orang kaya sama saja:
memandangi perempuan, ini penyakit orang kaya dan miskin, sama saja  😂
sombong,
menyepelekan orang,
membanggakan hartanya,
Sama saja.

Asal kamu bisa menghilangkan yang besar, insyaAllah ada kemungkinan besar yang kecil diampuni. Tapi syaratnya harus tetap kecil, karena gunung itu besar karena akumulasi butiran pasir yang kecil-kecil. Kalian kira gunung itu apa? Ya kumpulan batu-batu kerikil kecil ditumpuk hingga sebegitu besarnya itu. Gambar dinosaurus itu akumulasi dari titik-titik kecil yang disambung, dipenuhi itu kertas. Hanya sedikit yang bersih dari coretan.

Makanya ta'rif taat itu adalah tidak pernah melakukan dosa besar, dan tidak terperosok dosa kecil.
Itu yg disebut:
وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا
Tidak terperosok
Orang seperti ini tidak bisa dikatakan kafir atau murtad. Hanya khawarij yang secara goblok mengatakan orang seperti ini menjadi keluar dari Islam.
Kalian tidak usah bermusuhan dengan orang Islam. Kalaupun musuhan ya yang ringan2 saja.
Misalnya:
Saling mendiamkan dengan pasangan, bergosip dengan tetangga, pokoknya jangan menyantet jangan membunuh. Paham ya. Klo tidak cocok ya cukup bergosip, bikin grup gosip sendiri: geng kecewa. 😆

Misalnya pengurus masjid yang terdepak, akhirnya bikin kelompok antitakmir yang sekarang. Nanti dia yang maju menjadi pengurus, yang turun gantian menggunjing. 😆Cukuplah pakai kegiatan geng kecewa menggunjing. Menurut saya itu bagus. Yang penting tidak dihalalkan, menggunjing itu barang haram, tapi daripada jadi bisul, ya menggunjing saja, yang penting tidak membunuh, itu disebut:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
Kalau kau berhasil menghilangkan dosa besar, insyaAllah yang kecil diampuni.

Makanya akidah ahlussunnah, meskipun orang itu tidak istighfar tidak bertaubat, tapi kalau menghindari dosa besar, dosanya yang kecil dihilangkan.

wa bijtinabin lilkabair tughfaru shaghairu wa jalludzu yukaffiru
Orang jika berhasil menghilangkan dosa besar, dosa kecil dihilangkan oleh Allah

Tapi itu tadi syaratnya kalian ingat2: yang kecil tetap kecil.
Beras sekarung itu dari butiran beras2 kecil.
Lha ini penting saya peringatkan. Ulama harus terus menyampaikan begini ini.

Doa Penutup:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ، وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
(7x)

***
Transkrip dari video Ndherek Para Kyai:
https://www.youtube.com/watch?v=WSi3kWyggH8

Progress Pembangunan Masjid Al-Ikhlas 19 Januari 2020







Baqarah Sapi Betina atau Jantan?

BAQARAH, SAPI BETINA ATAUKAH JANTAN?


Saya kemarin mencoba mencari tahu tentang tsaur: shorturl.at/cpBKY  . Karena menemukan definisinya di website tafsir, maka saya anggap cukup buat saya. بَقَرَةٌ di situ diterjemahkan:
 أنثى الثور

Referensi: https://tafsirweb.com/382-surat-al-baqarah-ayat-67.html

Tapi rupanya hal itu menari perhatian Mas Muhammad Umar Faruq, yaitu kata baqar yg saya sandingkan sebagai lawan kata tsaur.
 Alhamdulillah jadi berkah ilmu Gus Baha' walaupun luru2 di Google ya mohon maaf, sudah takdir saya tdk punya guru kyai, Gus Baha' pun dapat dari internet. 😆.
Jadi  tulisan2 saya di sini waton nulis saja. Jadi jangan dipakai untuk hujah. Anggap saja sekadar bacaan pengisi waktu senggang.

Coba saya Google-kan ya.

Baqarah Sapi Betina atau Jantan?
Baqarah Sapi Betina atau Jantan?

BAQAR MENURUT KAMUS ITU NETRAL

https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/بقرة/

Makna2 baqar di kamus2 itu kira2 mirip dengan definisi yang diberikan Wikipedia tentang lembu.
Wiki mendefinisikan lembu sebagai sapi yang telah dikebiri dan biasanya digunakan untuk membajak sawah.
T̶a̶p̶i̶ ̶j̶i̶k̶a̶ ̶d̶i̶l̶i̶h̶a̶t̶ ̶k̶a̶t̶a̶ ̶k̶e̶b̶i̶r̶i̶ ̶d̶i̶ ̶s̶i̶t̶u̶,̶ ̶j̶e̶l̶a̶s̶ ̶l̶e̶m̶b̶u̶ ̶i̶t̶u̶ ̶b̶e̶r̶a̶r̶t̶i̶ ̶s̶a̶p̶i̶ ̶j̶a̶n̶t̶a̶n̶.̶ ̶ Update: tenyata kebiri itu istilah utk jantan maupun betina.
Di kamus2 bahasa Arab, baqar itu jenis sapi (bisa jantan atau bis juga betina, bisa termasuk الجاموس) yang dijinakkan dan dipakai sebagai hewan ternak untuk diambil susu dan dagingnya, dan dipakai untuk membajak.
Saya setuju jika diterjemahkan lembu. Menurut saya yg nggak ngerti bahasa Arab, lembu mendekati arti yg kamus Arab itu. 😂
Ngomong2 saya dulu pernah debat ttg penerjemahan makna cow, ox, dan bull. Teman saya ga terima saya bilang bull itu sapi jantan. Mereka bilang banteng. 😂 Ya sudahlah. Saya sih suka mengotak-atik dan menelisik kata2 begitu.
Tapi yg paham biasanya anak jurusan biologi bisa menggolong2kan kata spesifik begini untuk penanda taksonomi. Tentang beragamnya jenis2 sapi bisa dilihat di:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sapi

KONTROVERSI PENERJEMAHAN BAQAR 

1. MENURUT BUKU 

BAQAR ITU BISA NETRAL (sebagaimana kamus di atas)

Setidaknya ada satu buku yang membahas ttg kontroversi penerjemahan baqarah saya ketik di bawah ini:
Menurut az-Zuhaily, penerjemahan makna-makna Al-Quran ke dalam bahasa asing hukumnya boleh dengan catatan harus tetap diyakini bahwa terjemah Al-Quran, bahkan tafsirnya dalam bahasa Arab sekalipun, bukanlah Al-Quran. Az-Zuhaily menambahkan bahwa mengistimbatkan hukum dari teerjemahan Al-Quran tidak diperkenankan karena pemahamannya sangat rawan mengandung kesalahan yang timbul akibat kesalahan penerjemahan.
Karena penerjemahan Al-Quran bukanlah pekerjaan ringan, meskipun tidak berarti mustahil oleh orang yang berkesanggupan dan berkemauan keras, ia tetap memberi kemungkinan bagi adanya kekeliruan. Kekeliruan ini merupakan hal yang bisa dipastikan adanya, baik terjemahan yang dilakukan oleh perseorangan (individu) maupun kolektif. Dalam Al-Quran dan Terjemaahnya yang disusun oleh Tim Ahli terdiri atas ulama terpandang dan diterbitkan Departemen Agama Republik Indonesia, misalnya, tetap saja ada kekeliruan atau kesalahan. Salah satu contohnya sebagai berikut.
Kata baqaratun yang diterjemahkan sapi betina, baik nama surat al-Baqarah itu sendiri maupun penerjemahan setiap kata baqaratun yang terdapat pada surat al-Baqarah ayat 67, 68, 69, 70, dan 71. Penerjemahan ini patut diduga kuat berdasarkan pemuanatsan (pewanitaan) kata yang menggunakan huruf ta' marbutha (baqaratun). Padahal, menurut Raghib al-Asfihani, baqaratun adalah kata tunggal dari kata (jamak) baqaratun atau al-baqaru. 

Penulisnya menggunakan istilah beliau mempunyai dugaan kuat. Alasannya adalah di bawah ini:
Bertalian dengan kata al-baqaru, penyusun kamus dalam al-Mu'jam al-Wasith, menyebutkan bahwa penggunaan kata itu bisa untuk jenis mudzakkar (laki-laki, jantan), sekaligus mu'annats (perempuan, betina). Dalam Kamus al-Munawwir susunan Ahmad Warson, disebutkan bahwa kata al-baqaru bentuk jamaknya adalah buqarun, abqarun, atau abaqiru, dan baqirun, serta baaqirun menurut al-Ashfahani. Penyusun Kamus al-Mu'jam al-Wasith, Hasan ath-Thabarsi, dan pengarang kitab Majma' al-Bayan fi Tafsir al-Quran juga menyebutkan bahwa kata al-baqarah adalah bentuk isim li al-mu'annats (kata nama untuk perempuan) dari jenis hewan ini, sekaligus bisa menjadi nama bagi hewan sejenis yang jantan.
Jika kata baqaratun bisa digunakan untuk makna mudzakkar sekaligus mu'annats, hemat kami, akan lebih luwes bila kata baqarah dalam surat al-Baqarah diartikan dengan sapi atau lembu saja. Jadi kata al-baqarah bisa berarti sapi jantan, sekaligus betina. Tetapi ketika kata itu diartikan sebagai sapi betina, sapi jantan seolah-olah tidak termasuk ke dalam surat al-Baqarah padahal kata sapi dalam ayat tersebut tidak dikhususkan untuk sapi betina. Menariknya hampir semua (atau setidak-tidaknya sebgian besar) penerjemah dan mufassir Al-Quran di Indonesia seolah-olah ada kesepakatan untuk mengartikan kata baqarah dengan sapi betina atau sapi bikang dalam bahasa Sunda. Sedikit sekali di antara mereka yang mengartikan kata baqarah atau baqar dengan sapi saja, tanpa menambahkan kata betina untuk al-baqarah dan jantan untuk al-baqar. Mereka yang menafsirkan kata al-baqarah atau baqarah dengan sapi betina tampaknya tidak konsisten karena mereka mengatakan kata al-baqar pada ayat 70 surat al-Baqarah dengan kata sapi, tanpa membubuhkan kata jantan, padahal kata al-baqar adalah isim mudzakkar.
Bukunya di:
ULUMUL QUR'AN: Telaah tekstualitas dan Kontekstualitas Alquran oleh Drs. Ahmad Izzan, M.Ag.
https://books.google.co.id/books?id=6VTADwAAQBAJ

2. MENURUT BLOG

Ada satu blog yang membahas ttg ini. Saya copas di bawah ini:
Sebagaimana diketahui bahwa surat “البَقَرَة” diterjemah dengan nama Sapi betina, karena mungkin melihat dzhahir nama Al Baqoroh yang terdapat ta’ Marbuthoh di akhirnya, dimana kebiasaannya ta’ marbuthoh untuk menunjukan isim mu’nats (wanita/betina).
Namun guru kami menyebutkan pendapat lain, bahwa yang dimaksud Al Baqoroh dalam penamaan surat ini bukan sapi betina. Ta’ marbuthoh disitu untuk menunjukan “tunggal”, yakni bahwa kisah penyembelihan sapi ketika Nabi Musa alaihissalam diminta oleh kaumnya untuk memecahkan teka-teki siapa pembunuh sebenarnya, yakni pada saat itu terjadi pembunuhan berencana yang dilakukan oleh salah seorang dari kaumnya, kemudian ia menghilangkan jejak pembunuhannya dan merekayasa tuduhan kepada orang lain yang sama sekali tidak tahu menahu dengan pembunuhan tersebut. Setelah Nabi Musa alaihissalam memohon petunjuk kepada Allah untuk memecahkan permasalahan tersebut, lalu Allah memerintahkan kaumnya agar menyembelih sapi, namun terjadilah apa yang terjadi sebagaimana diberitakan dalam surat Al Baqoroh dan kisah ini “tunggal” hanya terdapat dalam surat ini saja, tidak diceritakan dalam surat-surat lainnya di Al Qur’an.
Jadi ta’ marbuthoh disitu bukan untuk menunjukkan jenis kelamin dari sapi yang disembelih -menurut guru kami- yakni itu adalah sapi betina, namun untuk menunjukkan tunggal dari jenisnya dan ini mencakup jantan maupun betina.
Berikut saya lampirkan penjelasan bahwa ta’ marbuthoh sebagaimana penjelasan diatas dari kitab “Mulakhos Qowaaidul Lughotil Arobiyyah” karya Asy-Syaikh Fuad Ni’mah :
…jika disandarkan ta’ marbuthoh kepada isim-isim jenis ini, maka ini untuk menunjukkan atas satu jantan atau betina dari jenis ini (artinya menunjukkan tunggal sama saja apakah jantan atau betina)…. Kita katakan “الحَماَم” (burung merpati) adalah nama jenis dari spesies burung, untuk mengatakan satu ekor kita katakan “حماَمَة” (ini berlaku untuk jantan dan betina)..

https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/04/09/surat-al-baqoroh-artinya-sapi-betina/

Intinya keberatan Mas Muhammad Faruq sudah terwakili oleh dua referensi di atas. Sekarang kita bahas menga

SAPI JANTAN ATAU BETINA?

Sebelum membahasnya, sebenarnya konon ini adalah pertanyaan Bani Israel yang suka protes. Dan justru itulah yang menjadi tema utama di QS al-Baqarah. 😆

Bani Israil diberi kebebasan mengorbankan sapi apa, tapi terus saja minta kejelasan.
Lihat di buku ini:
Allah Tujuan Kita: Mendekati Allah untuk Meraih Kebahagiaan Hakiki yang ditulis Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. (https://books.google.co.id/books?id=wZixDwAAQBAJ)

Mengapa banyak yang menerjemahkan AL-BAQARAH sapi betina? 

Mungkin ini yang menjadi rujukan:
“Musa menjawab, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda.” Yakni, sapi itu tidak tua dan tidak muda, juga belum dikawini oleh sapi jantan, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah, as-Suddi, Mujahid, ‘Ikrimah, ‘Athiyyah al-‘Aufi, ‘Atha` al-Khurasani, Wahb bin Munabbih, adh-Dhahhak, al-Hasan, Qatadah, dan juga Ibnu ‘Abbas (radhiyallahu ‘anhuma).
di:
https://baitulkahfi.online/surat-al-baqarah-ayat-68-71-shahih-tafsir-ibnu-katsir/

MENURUT KISAH INJIL

Rujukan TAMBAHAN ini bisa jadi adalah yang menjadikan pertimbangan penerjemahan baqar menjadi sapi betina.

Injil lebih jelas mengisahkan Harun dan Musa. Biasanya hewan yang dipakai untuk pengorbanan/dikorbankan adalah yang jantan. Misalnya kambing jantan di hari tertentu. Harun pernah harus mengorbankan sapi jantan. dsb
http://bibledbdata.org/onlinebibles/indonesian_tb/03_016.htm

Kalau untuk perdamaian, korbannya sapi jantan atau sapi betina?

Dijelaskan begini:
Apabila seseorang mempersembahkan seekor sapi untuk kurban perdamaian, sapi itu boleh jantan, boleh betina, tetapi tak boleh ada cacatnya.
http://bibledbdata.org/onlinebibles/indonesian_bis/03_003.htm

Tapi (mungkin karena ditanyai ketegasan sebagaimana di buku KH Nasaruddin), Harun dan Musa disuruh Tuhan untuk mengatakan sapi betina (Bilangan 19:2)

http://bibledbdata.org/onlinebibles/indonesian_tb/04_019.htm
https://al-injil.net/from-taurat-numbers-19-the-cow/

Mengapa kali ini sapi betina?

Tidak ada penjelasan langsung dari kitab suci. Tapi ya masuk akal, karena Allah punya adat melehke, kali ini Bani Israil yang suka protes. Harusnya manusia sami’na wa atha’na.
Baca di sini:
https://id.injil.one/2019/05/01/sign-of-harun-1-cow-2-goats/

Alasan yang sama (sami’na wa atha’na).dikemukakan juga dalam tafsir UII yang akan saya tampilkan di bawah.

MENURUT ETIMOLOGI DAN RUJUKAN LAINNYA

https://en.wiktionary.org/wiki/بقرة#Arabic
https://en.wiktionary.org/wiki/بقر#Arabic
https://arabic.desert-sky.net/animals.html

MENURUT GUS BAHA'

File rekaman saya tidak ada yang membahas Baqarah 67-71. Begitu juga saya cari di YouTube tidak ada. Tapi beliau sering mencontohkan mimpi Nabi Yusuf tentang 7 sapi. Saya buka di pengajian beliau  (QS Yusuf 43) tidak ada menyebut betina.
Karena nggak nemu, langsung saja saya buka tafsir yang Gus Baha' menjadi tim ahlinya. Fotonya di bawah ini.




Saya ga bisa bahasa Arab. Jadi menyuguhkan saja, sapa tahu bisa buat obat mengantuk. 😆
Jika ada referensi dari Gus Baha' tentang jantan betinanya, mohon diberitahu ya di kolom komentar atau grup FB. Matur nuwun.

Sedikit ttg muannats mudzakkar masdar bisa dilihat di video Gus Baha':
https://www.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/462939284403144/

Datang ke Perpustakaan, Gus Baha' Diculik Santri untuk Ngaji Bareng

(Latar belakang video yang saya posting kemarin)

Kedatangan Gus Baha di perpustakaan Ma’had Aly Ponpes Salafiyah Safi’iyyah Sukorejo, Sumberejo, Banyuputih, Situbondo saat digelarnya Haul Majemuk sekaligus reuni akbar alumni santri Sukorejo disambut hangat.

Para pengajar dan pengurus Ma’had Aly Situbondo memfasilitasi para hadirin agar dapat bertatap muka dan berdiskusi dalam acara ‘Ngaji Bareng Gus Baha’ (13/1). Benar saja, Gus Baha' hadir secara tiba-tiba. Komplek Ma’had Aly Situbondo riuh, seluruh pandangan menuju ke santri kinasih Mbah Moen ini. Tanpa menunggu lama, beliau sudah duduk untuk memberikan kuliah umum.



Ustaz Wahid, ustaz muda di Ma’had Aly Situbondo yang kesohor sebagai orang pintar ilmu mantiq dan usul fikih itu memandu acara. Ustaz Wahid, begitu ia saya sebut selalu menjadi primadona dalam urusan memoderatori narasumber-narasumber beken. Ia sangat pintar menghidupkan forum-forum ilmiah, dengan permainan logika dan lincah memosisikan kata-kata.

Dalam diskusi siang itu, Gus Baha' banyak menyoroti pentingnya untuk tidsk terjebak dalam tekstualistik dalam memahami Qur’an dan Hadits. Begitu pula dalam mempelajari kitab-kitab klasik.
Menurut Rais Syuriah PBNU ini, kiai yang setiap ngaji tidak bisa guyon itu kurang ‘alim. Itu sebabnya mengapa beliau kerap melontarkan guyonan saat memberi pengajian. Lalu beliau pun mengutip perkataaan mendiang gurunya KH. Maimoen Zubair.

“Mbah Moen pernah mengatakan bahwa kiai yang ndak bisa guyon saat ngaji itu kurang lengkap ilmunya,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Maka dapat dikatakan bahwa selera dan kemampuan humor yang menjadi kekhasan para kiai NU ini menjadi penting agar penyampaian pesan bisa diterima dengan baik dan membekas oleh setiap jama’ah.
Melalui humor (guyonan), kiai dapat lebih mudah menyampaikan makna teks-teks yang dapat dikatakan ekstrem dan berat kepada jama’ahnya. Hal ini umum diterapkan di setiap pondok pesantren NU dimanapun di seluruh Nusantara.

“Tafsir itu gampang, tapi pastikan dulu kalian faham fikih, sehingga akan mudah menakwil Qur’an. Itu pasti gampang” katanya kepada para santri Ma’had Aly.

***
Ngaji Bareng Gus Baha', di Ma'had Aly Situbondo, 13 Januari 2020

Sumber tulisan:
SUBSCRIBE Channel YouTube Ma'had Aly Situbondo di:
https://www.youtube.com/watch?v=DcgTZEUyvp0

Gus Baha': Tidak Boleh Belajar Tafsir Jalalain Sebelum Belajar Fiqih

Seperti biasa, Gus Baha' nggojlok para santri, kali ini, santri2 Madura. Mereka tak mau kalah dengan Gus Baha'. Gus Baha'  pun tak luput  dari gojlokan mereka, karena mana ada santri Madura mau kalah. 😆

***
Qashar salat itu asalnya dari perang.
Qashar salat itu asalnya dari perang.

SUPAYA TIDAK TERJEBAK TEKS

Menurut saya, tradisi guru2 kita sudah benar: orang tidak boleh belajar tafsir Jalalain sebelum belajar kitab fiqih:
1. al-Mabadi al-Fiqhiyah
2. Fiqih shalat
3. Sullam Taufiq
4. Sullam Safinah
Supaya tidak terjebak tekstualistik.

Sekarang termasuk fitnah besar. Orang belum belajar apa2 langsung belajar tafsir.

MENGKAJI TAFSIR MENGAJAR FIQIH

Saya ini dipandang sebagai ahli tafsir, tapi belum pernah saya membaca tafsir secara masif.
Setiap kali saya mengajar tafsir, saya pasti mengajar fiqih.
Saya masih mengajar:
Al-Muhadzab
Fathul Wahhab
Bahkan Sullam Taufiq, kitab fiqih terkecil pun masih saya ajarkan.
Saya mengaji tafsir hanya dua minggu sekali. Itu pun saya pasti membicarakan fiqih, karena khawatir orang hanya bicara tafsir tidak bicara fiqih.Khasnya saya mengaji tafsir itu pasti bicara fiqih. Makanya Prof.Quraish Shihab mengagumi saya karena selalu bicara fiqih saat mengaji tafsir. Karena nggak kebayang kalau tafsir itu tidak dikawal dengan fiqih.

MENGKAJI FIQIH, HARUS MENGKAJI LUGHAT

Kalau mau mengkaji fiqih, maka harus mengkaji aturan2 lughat. Saya mengkaji kitab fiqih itu banyak:
Lubbul Ushul
Jam'u al-Jawami'
Di separuh akhir kitab itu pasti ada pedoman lughat. Karena nggak bisa mengkaji ushul fiqih tanpa tahu aturan2 lughat. Ilmu itu didpatkan dari Al-Quran, sedang Al-Quran adalah  lisanul a'rabi
Jadi pastikan alim fiqih dulu. Kalau fiqih sudah dipastikan, baru kamu ke lughatul a'rabi, atau saya bahasakan lisanul a'rabi.
Nanti tafsir/menakwil Quran pasti mudah. Artinya kamu bisa memaknai karena keahlian dalam fiqih, sehingga kamu tidak terjebak tekstualistik. Jika fiqih hapal, lafadz alquran yang muhim (membuat salah cipta) pun akan bisa paham.

https://www.youtube.com/watch?v=imbKFY8hU6Y

Gus Baha': Yang Paling Penting dalam Hidup (Definisi Ahlussunnah/Sunni)

Tafsir Jalalain QS. Al Ankabut 64


{ وما هذه الحياة الدنياTA1 إلا لهوTA2 ولعب TA3} وأما القربTA4 فمن أمور الآخرةTA5 لظهور ثمرتهاTA6 فيهاTA7 { وإن الدار الآخرة TA8لهيTA9 الحيوانTA10 } بمعنى الحياةTA11 { لو كانوا TA12 يعلمون TA13} ذلكTA14 ما آثروا TA15الدنيا TA16عليها TA17


[TA1]Lan ora ana utawi ikilah penguripan dunya (nggih sak niki sing teng dunya) (iku)
[TA2]kecuali lelahan (yaitu sesuatu yang tidak prinsipil)
[TA3]lan kecuali ya mung dolanan thok

Donya iku mung lelahan lan guyon, maksude ora ana sing penting

[TA4]Anapun utawi pira2 taqarrub qurba ilallah (nggawe amalan sing ndadekna pareg ilallah) (iku)
[TA5]mangka iku setengah saking urusan akhirat (amerga)
[TA6]kerana pertelane buahe ikilah alqurab utawi al qurbah
Gawe papareg mbek Pengeran. Kados suujud niku lho. Wasjud waqtarib.
[TA7]In dalem akhirat
[TA8]Lan sak temene omah akhirat (kang akhir, maknane njing emben)
[TA9]Yektine iku utawi darul akhirah (iku)
[TA10]Omah sing dadi kewan (maknane sing dadi urip)
Merga diarani kewan niku merga urip. Hayawan saking kata hayat yang ditambahi alif nun menjadi hayawan, maknanya barang yang hidup
[TA11]Kelawan nganggo maknane barang sing urip
Akhirat itu sing hakekat kehidupan
[TA12]Lamun ana (sapa? wong akeh)
[TA13]Iku ngerti (sapa? wong akeh)
[TA14]Ing mengkono-mengkono إن الدار الآخرة لهي الحيوان
(Seumpama orang itu tahu pentingnya akhirat, donya ora penting,)
[TA15]Mangka ora bakal menangna (sapa? Wong)
[TA16]Ing demi dunya
[TA17]ngalahna ing atase akhirat

Umpama wong iku sadar pasti tidak akan menangna dunya ngalahna akhirat

Musholla penceng Al-Ikhlas
Musholla penceng Al-Ikhlas

BUKTI HIDUP ITU MATI, MATI ITU HIDUP 

Sudah ini bahasannya berbeda dengan yang kemarin ya. Saya terangkan saja ya.
Jadi begini ya: saya terangkan ilmu hakekat. Memang mau tidak mau hal ini harus dijelaskan dengan ilmuhakekat.
Sekarang kalian hidup atau mati? Sekarang ini lho, pas kalian semua sedang ngaji Jalalain ini.
Urip?
Yakin? 😆
Nah, itu keliru. Ilmu kalian keliru, berarti ilmu kalian masaih ilmu syariat.
Secara hakekat, kalian sekarang ini mati. Hidup kalian itu nanti ketika kalian sudah “mati”, maksud saya nanti jika sudah di akhirat.
Jadi kelak jika kalian “mati”, maka hidup. Sekarang ini mati.
Bukti bahwa kita sekarang mati itu adalah kita sering salah paham. Salah paham itu menunjukkan kita bodoh. Kebodohan itu itu bukti mati, agak tidak bisa berpikir.

UANG, PENGARUH, JABATAN, DIPERLAKUKAN BAIK

Misalnya begini, kalian saya beri tebakan.
Sekarang kan kalian menanggap uang itu penting, penting sekali. Kelak di akhirat itu kalian tidak butuh uang. Tapi tahunya bahwa uang itu tidak penting kalian harus menunggu nanti di akhirat.
Oleh karena itu Kanjeng Nabi SAW ketika menjelaskan ilmu hakekat itu unik. Ini masyhur, riwayat dari para wali para ulama ya tentu musalsal, musalsalah hingga ke Kanjeng Nabi SAW.
Kanjeng Nabi SAW mengumpamakan begini:
أَلنَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا انْتَبَهُوْ
Saya maknani ya:
Annasu: utawi pira-pira menungsa (iku)
Niyamun: hakekate mung turu
Sekarang kalian itu tidur. Maknanya tidur itu tidak terlalu sadar.
Waidza matu intabahu: nalikane mati, itu terbangun, atau terjaga.
Contoh mudahnya ya itu tadi. Kalian di dunia menganggap uang itu penting, pengaruh kalian anggap penting, kenal bupati penting, diperlakukan baik oleh orang kalian anggap itu penting, dsb.
Ternyata nanti di akhirat, yang paling penting itu adalah sujud kalian di dunia, sehingga kalian lalu menyesal: “Ya Allah. Zaman saya di dunia, gara-gara malas tidak tahajud, gara2 malas saya tidak shalat."

Ternyata di akhirat yang penting itu shalat. Uang tidak penting. Pengaruh juga tidak penting. Umat seperti santri2 seperti kalian itu sama sekali tidak penting, tidak penting sama sekali. 👎🤣
Saya pun seandainya orang alim tidak diwajibkan mengajar, tidak mau mengajar. Berhubung wajib, ya terpaksa dijalani. 😂
Nanti saya bacakan ta’birnya, karena ini penting. Kemarin saya ngaji di Narukan di rumah saya yang Reboan, ini juga saya jelaskan.

MENGIGAU

Kelak kalau kalian sudah mati, itu istilah Quran begini:
لَقَدْ كُنتَ فِي غَفْلَةٍ مِّنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَاءكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
Setiap orang yang mati, apalagi orang fasiq, orang yang kafir, itu didhawuhi Pangeran begini:
“Cung, kalian dulu lupa dari peristiwa akhirat ini. Sekarang semua sudah kuungkap. (Fakasyafna ‘anka ghitha aka) sekarang tutup2 itu sudah kusingkap, (fabasharuka) mangka utawi peningal sira (alyauma) ing dalem iki dina (iku) (hadidun) iku dadi cerdas/dadi tajam.”
Karena setelah kalian di akhirat, ingat sungguh ternyata ketika di dunia itu kita mengigau:
كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ
Bukti bahwa kita salah itu begini:
Misalnya:
Kenal presiden AS, kalian merasa bangga,
kenal duta besar, kalian merasa bangga,
Ternyata hakekat itu semua tidak penting di akhirat.
Ternyata yang penting adalah:
Mengusap anak yatim, lalu kalian sedekahi.
Sujud ke Allah, kalian nikmati.
Mengaji Jalalain begini, kalian syukuri.
Hal2 yang ketika di dunia kalian anggap tidak penting, ternyata penting.
Kadang keliru lagi begini:
Ada kyai ikhlas memiliki mushalla miring, kalian bilang kyai kecil. Yang pejabat struktural yang menjabat pada ormas besar kalian anggap kyai top.
Ternyata yang kau anggap  top itu di akhirat sepele banget, sedangkan kyai kecil yang kalian hina bisa mensyafa’ati kalian.
Kyai boleh dendam di akhirat. Ketika diminta mensyafaatimu “Nggak mau, kau bilang aku kyai kecil.” 😂
Lho dendam itu oleh Allah diperbolehkan di akhirat.
Oleh karena itu, kalian jangan suka menghina kyai kecil. Bisa saja dia besar 'indallah. Oh, banyak yang semacam ini.
رب أشعث أغبر مدفوع بالأبواب، لو أقسم على الله لأبره
Dhawuhe Kanjeng Nabi SAW: "Banyak orang yang ketika di dunia kelihatan gimbal awut-awutan rambutnya, compang-camping pakaiannya, tapi andaikan sumpah atas nama Allah, pasti Allah memenuhinya.
Yang masyhur disebut ya yang bernama Uwais al-Qarni.

UWAIS AL-QARNI 

Uwais al-Qarni itu tidak pernah shalat Jumat karena tidak punya pakaian yang cukup untuk menutupi auratnya untuk shalat Jumat. Karena dia tidak berani memiliki baju dua buah. Karena jika punya dua buah baju, dia khawatir kena hisab saat ada orang lain yang tidak memiliki baju, karena punya kelebihan kok tidak diberikan. Supaya bebas hisab, dia hanya punya satu baju. Seumpama itu syubhat, tetaplah halal karena untuk menutupi aurat. Makan juga demikian, sehari-hari ia makan jika kalau tidak makan ia akan mati. Maka jika makannya adalah haram, tetaplah halal karena darurat. Jika lebih dari itu, akan kena hisab.

Kalian tidak usah mencoba! 😂
Nanti kok terus kalian semua ingin mencobanya lalu mati satu per satu. Malah repot semua. Goblok kalian kalau mencobanya. Saya jamin kalian mencoba pun tetap bukan wali. Tetap namanya frustasi. 🤣
Jadi orang itu kalau bukan kelasnya, dipaksa pun tidak akan bisa jadi. Ini cuma cerita saja bahwa kita mencintai orang shaleh seperti beliau, tidak usah meniru. Paham ya! Jika tidak bakat, tidak usah meniru.
Misalnya kalian suka sama saya: "Gus Baha idolaku!"
Lalu kau mau meniru alimnya, malah sakit hati kalian nanti. 😆
Meniru itu kelucuan atau guyon saya saja, tidak usah alimnya. Malah susah payah: kalian harus menghapalkan Al-Quran, menghapal Alfiyah, belajar Ianathutthalibin, dll kalian malah nggak sempat mencari uang, malah diomelin istri kalian, 😂 malah bencana besar.
Orang itu jika bukan kapasitasnya tidak usah meniru. Seperti saya ini juga mengidolakan Kanjeng Nabi SAW, tapi kalau yang berat2 ya tidak meniru beliau. Tahajud ya dua rakaat saja. Lalu kalian akan melihat kaki kalian belum bengkak, lanjut terus tahajud sampai bengkak.  🤣
Tidak usah begitu! Saya kalau tahajud dua rokaat saja lalu berdoa begini: "Kanjeng Nabi sae, idola, merga sayyidul khalqi, pantes saja shalat sampai sedemikian. Lha saya bukan akramul khalqi kok disuruh sampai sedemikian." 😆
"Ya nggak usah wong saya bukan akramul khalqi, biarin yang akramulkhalqi shalat sampai begitu. Saya tidak, ya sudah cukup begini saja, Gusti."
Itu yang benar! Paham ya.
Jadi orang itu sadar akan kapasitasnya. Tidak usah meniru Uwais Al-Qarni. Yang penting jangan meniru Firaun saja. 😆
Nanti saya bacakan ya. Memang ta'bir itu saya tulis sengaja saya bacakan persis teksnya.
Abu Qasim AL-Junaidi, siapa yang tidak kenal dia, orang paling populer di dunia tasawuf.

DEFINISI AHLUSSUNAH WAL JAMAAH 

Abu Qasim AL-Junaidi, siapa yang tidak kenal dia, orang paling populer di dunia tasawuf, sehingga jadi definisi ahli sunnah dalam konteks modern/kekinian yaitu konteks pasca-Imam Syafii, bukan modern ala kita. Ciri utama ahli sunnah zaman akhir itu dalam aqidah menganut kalau bukan Abul Hasan Al Asy'ari, maka menganut Abu Mansyur Al-Maturidi. Dalam fiqih, mengikuti salah satu mazhab empat: Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, atau Imam Ahmad bin Hanbal. Dalam Tasawuf, mengikuti salah satu mazhab yang dianut Abul Qasim Al-Junaidi atau Imam Ghazaliy.

MENGAPA MENJADI DEFINISI AHLUSSUNNAH SEPERTI ITU?
Yang begini ini juga ada ormas yang menentang. Firqah di Arab banyak yng menentang. Mengapa definisi ahlussunnah seperti itu.
"Itu ta'rif apa? Nabi SAW tidak pernah ngendikan seperti itu."
Kamu itu tidak usah terjebak dengan omongan mereka bahwa Nabi SAW tidak pernah ngendikan definisi ahlussunnah waljamaah seperti itu.
Ya tentu Nabi SAW tidak akan ngendikan seperti itu. Zaman Nabi SAW kan belum ada Imam Ghazaliy, belum ada Abul Qasim Al-Junaidi.
Tapi kita percaya dengan ddefinisi seperti itu, karena kita tetap percaya bahwa alisunnah adalah orang yang kata Rasulullah SAW:
ما أنا عليه اليوم وأصحابي
Orang yang mengikuti perilaku saya, dan mengikuti para shahabat saya.
Itu teks yang dikatakan Nabi SAW.

PENTINGNYA SANAD

Lalu mengapa kita menyebut imam-imam kita, sanad2 kita? Karena kalau kita tidak menyebut, pertanyaannya adalah "Kamu bagaimana bisa tahu shahabat melakukan itu? Itu kata siapa?"
Pasti akan dijawab, "Kata guru saya."
Kalian tidak bisa langsung mengatakan, "Kata Nabi."
Lha kata Nabi itu perawinya siapa?
Imam Bukhari.
Imam Bukhari itu siapa? Imam Bukhari itu muridnya Imam Syafii. Imam Bukhari itu periodenya setelah Imam Syafii.
Saya hapal sanadnya Imam Bukhari hingga Rasulullah SAW. Saya punya sanad sampai Imam Bukhari. Sehingga kita mau tidak mau harus menyebut ulama.
Misalnya kau ditanya:
"Kau tahu Amerika Serikat?"
"Tidak tahu."
"Dari mana tahu bahwa ada Amerika Serikat?"
"Lihat di TV."
"TV saja kamu jadikan sanad, kok Imam Syafii tidak pakai sanad."
Kau ditanya;
"Kau kok tahu ketua DPR tersangka?"
"Dari TV."
Sanadmu berarti dari TV. Kau tidak bisa bilang, "Tahu sendiri."
Tidak mungkin kau tahu KPK ketika sedang menyidik.

Sekarang saya tanya:
"Nabi bilang begini. Tidak usah ulama, Nabi langsung."
"Bagaimana kau tahu Nabi berkata demikian?"
Kalau kau jawab lewat mimpi, kalian persis Dhimas Kanjeng jadinya. 🤣
Mau tidak mau kalian harus menyebut guru, makanya ada tradisi menyebut sanad, disebut menyebut ulama.
Tapi santri2 sekarang juga kadang goblok. Ada orang yang bilang: "Nggak ada ulama, yang penting Nabi. Ulama itu bisa salah. Kalau Nabi SAW nggak bisa salah."
"Lha bagaimana kalian tahu kalau Nabi nggak pernah salah? Kata siapa?"
"Kata ulama."
Lhah, kok kata ulama. Katanya sudah tidak percaya ulama. Makanya kalau goblok itu jangan keterlaluan. Goblok kok mengajak orang 🤣
Saya itu juga heran dengan orang modern itu. Goblok kok sampai demikian itu bagaimana? Sanadnya itu bagaimana?
Makanya dalam ilmu thariqah, ilmu hakekat, masyhur pepatah:
لولا مربي لما عرفنا ربي
ولولا العلماء لما عرفنا الانبياء
Laula murabbi: Seumpama tidak ada yang mendidik diriku,
lama arafna rabbi: tentu kita tidak mengerti tuhanku itu siapa
Kita tahu tuhan karena ada yang mengajari. Kau tidak bisa misal Rukhin langsung tahu tuhan. Tidak bisa kecuali diajari gurunya bahwa tuhan itu: wujud, qidam, baqa.
Itu dikenalkan gurunya, tapi lalu lama-kelamaan kok menjadi sok, seolah sok sudah wushul. Itu hanya engkek saja! 🤣
Hakekatnya wushulnya lewat guru. Kalian tahu Kanjeng Nabi SAW karena (lewat) saya.
Misalnya saya itu muridnya Mbah Moen
Mbah Moen murid Mbah Zubair
Mbah Zubair murid Mbah Faqih Maskumambang
Mbah Faqih Maskumambang murid Mbah Mahfud Termas
Mbah Mahfud Termas murid Sayyid Abi Bakar Sattha
Sayyid Abi Bakar Sattha itu yang mengarang Ianatutthalibin
Sayyid Abi Bakar Sattha murid Sayyid Zaini Dahlan
Sayyid Zaini Dahlan murid Sayyid Utsman Addhimyati
terus hingga Imam Syafi'i

Kalau sudah sampai ke Imam Syafii sudah gampang:
Imam Syafii murid Imam Malik
Imam Malik mempunyai guru Ibnu Syihab Azzuhri
Ibnu Syihab mempunyai guru Imam Nafi'
Imam Nafi' mempunyai guru Abdullah bin Umar
Abdullah bin Umar menangi (mengalami era) Kanjeng Nabi Muhammad SAW
Kalian harus hapal sanad. Kalau tidak hapal ya nggandol saja: "Pokoknya kata Gus Baha' begitu." 😆
Lha itu gampang sudah. 😂
Sudah ada ahlinya, tanya saja, nggak usah susah2.
Sehingga karena nanti klaim tentang Nabi itu bias, dibikinlah kriteria: siapa yang sanadnya paling akurat tentang tauhid. Kita menyebut Abul Hasan Al Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi. Siapa yang paling akurat dalam sanad ilmu Tasawuf, kita menyebut Abul Qasim Al-Junaidi dengan Imam Ghazaliy. Siapa yang paling akurat dalam sanad fiqih, kita menyebut misalnya: Abu HAnifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Ini urutannya sesuai periode.
Sanad fiqih itu misalnya begini. Kalian kalau tidak percaya, neraka!
Tentang iddah istri yang dicerai, kita nggak bisa nuruti al-Quran, karena ngendikane mujmal:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
orang yang diceraikan suaminya, iddahnya tiga kali qur'un.
Abu Hanifah kemudian berpendapat qur'un itu suci, sedang Imam Syafii qur'un itu haid.
Pertanyaannya adalah:
Trus kamu mentang2 tanpa guru, apalagi lihatnya terjemahan, ngomong begini:
"Yang penting kata Allah kalau dicerai itu iddahnya 3 kali masa suci atau masa haid."
Oklah, di atas tadi kebalik, yang Imam Syafii itu suci, yang Abu Hanifah itu haid. Karena mirip2lah, makanya saya bolak-balik. Khilafnya itu lafdzi klo dlm fiqih, sampeyan tidak perlu tahu detailnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana kalau tidak haid:
wanita hamil dan menopause.
Akhirnya kita tahu bahwa itu tidak memasukkan muthallaqat yang dicerai posisi hamil. akhirnya yang hamil tidak ikut ayat itu tapi ikut:
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
bagi yang hamil, iddahnya melahirkan
Kalau yang dengan haid, tren iddah 3-4 bulan. Kalau diceraikan keadaan hamil, iddahnya berapa bulan?
Ini yang akhirnya menjadi debat kusir antara para sahabat. Tidak mungkin saya tunjukkan sanadnya hingga Imam Syafii.

***
Sepenggal pengajian Gus Baha' Tafsir Jalalaian QS Ankabut ayat 64.
Lanjutannya ada di:
https://www.facebook.com/groups/386305265399880/permalink/426200424743697/

Gus Baha': Cara Mengembalikan Semangat Mengaji

Bosan itu biasa: ngaji, berhenti, ngaji, berhenti.
Bosen ngaji itu wajar saja, lha ini zaman Imam Malik saja orang Madinah bosen ngaji, apalagi zamanmu. 🤣
Jadi kyai seperti saya ini saja:

Yang ngaji bosen, biarin saja berhenti. Nanti kalau kambuh rajinnya ya ngaji lagi. Biarin saja, nggak usah dipikir. Kalau bosen nggak muncul, nanti muncul lagi. 😆

Oleh karena itu hadits ini saya bacakan buatmu, supaya kamu ngaji lagi. 🤣


Sepenggal isi pengajian Gus Baha' kitab Kifayatul Atqiya' di:


***

Dengan bacaan berbasis riwayat yang sangat luas, Gus Baha' paham psikologi orang. Pantas kok ngerti ae. 😆

Ini Alasan Gus Baha' Memilih Tidak Berjabat Tangan

Ini jalan yang diambil Gus Baha', dari Uwais Al-Qarni dan 'Abdullah bin Mas'ud ra.

'Abdullah bin Mas'ud ra melihat orang-orang berjalan di belakang beliau. Beliau bertanya kepada mereka, "Apakah kalian punya suatu kepentingan (berjalan di belakang saya)?"
Mereka menjawab, "Tidak."
"Jika demikian, kembalilah. Sungguh itu memalukan bagi orang-orang yang mengikuti, dan menjadi fitnah bagi orang yang diikuti." (dalam arti tidak usah di belakang dengan tujuan untuk memuliakan).

Ini Alasan Gus Baha' Memilih Tidak Berjabat Tangan
Ki Ageng Suryamentaram bertemu dengan Presiden Sukarno.

Di antara pendahulu yang melarang manusia memuliakan mereka dengan berjalan di belakang mereka adalah Umar ra, yang memukul Abu bin Ka'ab ketika melihatnya berjalan di belakangnya dengan mengatakan, "Ini memalukan bagi orang mengikuti, dan menjadi fitnah bagi orang yang diikuti."
Hal ini disebutkan Syaikhul Islam dalam Al-Minhaj-nya dan Al-Ghazaliy dalam Ihya'-nya.

DI JAWA

Ki Ageng Suryamentaram juga pernah mengungkapkan potensi serupa itu ketika membahas tentang kemuliaan.

***
dari Mbah Google 😂
Coba yang punya kitab cek

Gus Baha': Salam dan Salaman (Berjabat Tangan)

Makanya hidup yang benar itu begitu: kalian kalau jadi kyai yang ikhlas. Tapi kalau umat sudah niat memberi kyai, kyai ikhlaslah ya tetap diberikan, jangan terus nggak jadi. 😆
Jadi sama2 benarnya.
Tapi kyai juga nggak boleh tamak. Saling menjaga tradisi masing-masing.
Contoh Nabi Musa dan  Nabi Syuaib:
"kita ini keluarga yang punya tradisi kalau beramal tidak ingin imbalan."
Dijawab:
"Kita ini punya tradisi kalau orang berjasa akan kita hormati. Kalau ada tamu kita hormati."
Saling menjaga tradisi masing-masing.
"Tebarkanlah salam/perdamaian di antara kalian, niscaya kalian saling menyayangi."
"Tebarkanlah salam/perdamaian di antara kalian, niscaya kalian saling menyayangi."

INSYAALLAH dan SALAM

Nabi Musa diburu Firaun dan bala tentaranya, Dhawuh Nabi Syuaib:
لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
"Aja wedi sira, slamet sira saking kaumdzalim."

Jadi tidak semua nabi bilang insyaallah. Insyaallah itu sunat, kadang bilang kadang tidak. Nyatanya Nabi Syuaib juga bilang langsung:“La takhaf najauta minal qaumidz dzalimin”
Tidak ada insyaallahnya: “La takhaf insya allah najauta minal qaumidz dzalimin” 😆
Semua itu kadang Insya Allah kadang tidak. Kanjeng Nabi sendiri kadang insyaallah kadang tidak. Pokoknya barang tidak fardlu ain itu tidak terus-menerus.

Makanya Imam Bukhari mempunyai BAB SALAM
Orang yang ingin sama2 senangnya, afsyussalama bainakum, kalau ketemu teman, uluk salam.
Tapi Imam Bukhari punya tabwib (pemilahan):
1. Sapaan Kanjeng Nabi SAW ke Sayyidah Fathimah
Kanjeng Nabi dengan Sayyidah Fatimah jarang salam. Kanjeng Nabi menyapa fatimah:
ﻣَﺮْﺣَﺒﺎً ﺑِﺎﺑْﻨَﺘِﻲ
"Marhaban, bibnati!"
"Duh, Ndhuk. Betapa senangnya diriku bertemu denganmu."

2. Sapaan Shahabat ke Sayyidina Ali
Lalu shahabat2 pernah bertemu Sayyidina Ali juga:
كيف أَصْبَحتَ؟
"Kaifa ashbahta?"
""Bagaimana keadaanmu, Ali?"
الحمد لله أصبَحتُ على خَيرٍ
“Alhamdulillah ala khairi.”
"Alhamdulillah baik."

Itu menunjukkan bahwa setiap orang Islam bertemu tidak selalu redaksinya salam.
Yang suka salam terus ya orang Betawi itu, tiap bertemu salam. Setiap waktu uluk salam, sampai cina-cinanya. Matekna uwong tenan! 😆😂
Nyatanya setahu saya kyai2 alim juga biasa: kadang salam kadang tidak. Karena Nabi juga begitu, bertemu Sayyidah Fatimah juga dhawuhe "Marhaban, bibnati!". Shahabat bertemu Sayyidina Ali juga: "Kaifa ashbahta?"
Samalah saya dengan Musthofa juga ga selalu salam, "Masih hidup, Mush?" 😆
"Sehat?"😊
"Waras?" 😊
"Otaknya?"😂

Itu tidak selalu, tidak tiap bertemu harus selalu:
assalamu’alaikum warahmatullahi ta’ala wabarakatuh
Terus harus dijawab wa’alaikum salam warahmatullahi ta’ala wa barakatuh
Repot. 😆
Maksudnya orang itu juga  harus mikir to. Tidak terus meneruslah. Misalnya:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ 
Tapi kadang insyaallah kadang tidak. Nabi Syuaib bilang:
لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Tidak ada insyaallahnya misal “La takhaf insya allah najauta minal qaumidz dzalimin”

Makanya Imam Nawawi dalam muqadimah kitab Majmu' berkata bahwa Nabi SAW punya sekian perilaku, dan dalam hal yang tidk fardlu 'ain, Nabi SAW tidak konsisten untuk menunjukkan bahwa barang itu tidak wajib.
Paham ya.
Makanya kau shalat qabliyah juga yang sering. Saat meninggalkannya tidak usah diajari karena sudah sering. 😆 Tapi jangan qabliyah terus, nanti seperti fardlu 'ain.

Nah ini di ayat selanjutnya Nabi Syuaib: pakai insyaallah.
Yang ayat sebelumnya tadi tidak.

Kadang santri2 kebablasan, disuruh apa saja bilang insyaallah. Kok kelihatan nggak sungguh2 begitu. 🤦‍♂️
Nyatanya tidak ada shahabat yang dibaiat Nabi terus menjawab insyaallah, padahal ajaran nabi.
“Cung, ayo perang Uhud, ikut!”
Tidak ada yang bilang insyaallah, semua bilang sami’na wa atha’na.

SALAMAN

Di antara aturan Islam, kita harus punya kepastian "ini halal, ini haram" yang dari ketentuan Allah SWT. Jangan sampai kau bikin hukum sendiri.
Maka yang paling selamat seperti itu orang fiqih (maksud saya fiqh yang waras 😆), karena dia akan terus menyampaikan.
Seperti saya ini misalnya, saya ini tidak suka berjabat tangan. Tapi saya suka salaman, karena saya tahu haditsnya: orang ketika salaman dosanya luruh.
Misalnya saya dengan Musthofa berjabat tangan, dosanya Musthofa jatuh. Kalau saya entah jatuh apa tidak, wong nggak terlalu banyak. 😆
Kalau sudah kebanyakan kan mudah jatuhnya. Sudah genting mau jatuh. 😂
Tapi banyak juga ulamna yang tidak mau salaman. Misalnya Uwais al Qarni, Abdullah bin Mas’ud, tidak suka salaman. Alasannya juga masuk akal: "Yang mencucup menjadi hina, yang dicucup rawan ujub."
Nggak lucu kan, misalnya Rukhin kan macho kok sama saya sungkem?
Ya kalau kau sudah orang-orang soleh seperti Mbah Moen, Mbah Arwani tidak akan rawan ujub. Tapi kalau kau orang kecil kan rawan ujub. Kyai anyaran suka dicucup

***
Sepenggal pengajian Gus Baha', tafsir Jalalain Al-Qashash Ayat 25 
Catatan:

  • Secara bahasa, salam berarti: perdamaian, keselamatan, salam hormat, salam sejahtera 
  • Bab mazhab "insyaAllah" ini sebenarnya Gus Baha' pernah membahas dalam pengajian lain. Ada shahabat yang mewajibkan insyaallah, hingga akhirnya bertemu pendapat shahabat lain dan akhirnya beliau mencabut fatwanya. Entah di rekaman yang mana saya lupa.