Masjid Al-Ikhlas

Gus Baha': Syubhat dalam Tarkul Jihad (Meninggalkan Jihad) menurut Imam Ghazali

PROLOG
Apakah Imam Ghazaliy mengarang bab atau Kitab Jihad dalam Ihya'? Saya baru dengar dari Gus Baha' di sini.

***
ARBAIN NAWAWI: HADITS KEENAM
الحــديث السادس
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ      [رواه البخاري ومسلم]

"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (jumbuh) yang manusia kebanyakan tidak bisa membedakannya.
Maka siapa yang takut dan menjauhi syubhat berarti dia telah membebaskan agama (maknanya agamanya murni) dan harga dirinya.
Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan, sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang (tanah larangan) untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya (memanfaatkannya).
Ingat-ingatlah sesungguhnya setiap penguasa/raja memiliki larangan, dan sesungguhnya larangan Allah adalah apa saja yang Dia haramkan ...."
Pangkas rambut Madura di Jayapura, Papua .

Saya berulang kali menyampaikan kekeliruan orang tasawuf itu melihat haram itu adalah tentang makan barang haram, melihat perempuan, gila harta.
Tapi itu diperingatkan oleh orang fiqih termasuk haram itu tarkuljihad (ترك الجهاد). Padahal dengan menjauhi yang dicontohkan di atas, itu berarti tidak bisa jihad.

Saya berulang kali bilang begini: barokahnya mata duitan, akhirnya ada potensi kalian bisnis hingga Kalimantan, Sulawesi, bahkan hingga Irian Jaya. Gara2 kesukaan pada harta, entah karena dagang sate dan soto, atau karena migrasi, akhirnya di Irian Jaya, Timor-Timur, Bali, ada Islam. Ini yang tidak disadari orang-orang tasawuf.

Orang tasawuf hanya mengira dengan menjauhi gila harta, dia selamat. Mereka mengambil sikap pasif, saking takutnya pada syubhat, tidak aktif.  Padahal orang nasrudinillah sepakat Islam di Indonesia karena pedagang. Komunitas orang Islam di Bali dari Madura yang gara2 mau dagang akhirnya di situ ada masjid, ada komunitas pengajian.

Jadi kita sekarang bisa berpikir. Jika jujur, berkembangnya Islam di sana bukan karena kita, tetapi mereka yang berdagang, cari rizki, aktivitas duniawi.

Makanya jika sudah mempelajari Ihya' akan paham mengapa Imam Ghazaliy mengarang kitabul jihad karena khawatir orang akan meninggalkan jihad. Termasuk syubhat itu tarkuljihad. Jadi orang sufi itu menjauhi hal haram, tapi pada praktiknya melakukan hal haram, karena tarquljihad.

Lewat kasus itu saya bilang, jika orang takut hidup di kota karena takut pergaulan bebas, maka kota akan dikuasai orang zalim semua. Gara2 ada keberanian orang soleh di kota, akhirnya ada masjid, ada pengajian di sana. Meskipun kita fair, hidup di kota riskan melakukan keharaman. Tapi kamu juga harus jujur jika orang soleh tidak berani di sana berarti komunitas di sana adalah orang zalim. Itulah yang disebut syubhat:
لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ
Potensi salah paham kita itu tinggi.
Sama halnya saya berulang kali menyampaikan masalah jodoh. Kalian gara2 menuruti fiqih, mau kawin kalau dengan wanita afifah, santri. Tapi gara2 itu, tiap orang yang tidak santri tidak punya keturunan santri karena santri menghindari kawin dengan mereka.

Seumpama santri mau kawin nonsantri, berarti ada keturunan calon santri. Salah satu istri Nabi Maria Qibtiyah, budak dari Mesir itu Kristen. Begitu pula Nabi lain. Memang istri kadang tidak selamat seperti istri Nabi Nuh. Tapi terjadi komunitas, yang Islam itu mewarnai.

Makanya saya berulang kali menyampaikan kalian itu tasawuf jangan menuruti hati, tapi menuruti fakta. Makanya menurut Allah fa'tabiru ya ulil albab itu lihat fakta. Faktanya persebaran Islam di atas itu krn orang dagang. Sementara kita atas nama sufi, ke pasar saja tidak mau, karena seburuk-buruk tempat di bumi itu pasar. Kumpul orang juga tidak mau, karena khawatir menggunjing orang lain. Lama-kelamaan ya itu tadi, jadi miskin beneran. Anak kawin nggak dirayakan, istrinya janggal. Itu masalah2 syubhat.

Maka Imam Ghazaliy mengarang kitab Ihya' Ulumuddin termasuk masalah itu: setan itu tukang menggoda orang tasawuf, termasuk Imam Ghazaliy menceritakan orang2 alim tidak tahu, artinya ini termasuk ilmu kelas tinggi, hanya Imam Ghazaliy dan orang2 tertentu yang mengerti, bahwa: من مكايد الشيطان
an dzakkaraka ismata faqad taghfirallahi fi kulli yaumin
termasuk goda setan itu kau terus-terusan ingat dosamu.

Misalnya, orang jika sudah khusyu', sekadar mencium orang merasa dosa, membohongi orang karena uang seribu, merasa dosa terus-menerus.

Itu setan pintar dalam hal itu. Itu kan tipikal orang2 bodoh, hanya karena uang seribu merasa berdosa terus. Karena memandang orang, merasa berdosa terus. Setan senang karena orang macam itu akan istighfar terus, karena merasa berdosa terus, sehingga potensinya untuk berjihadnya hilang sama sekali. Dia akhirnya tidak punya cita-cita punya TPQ, menyebarkan Islam, semua potensi aktifnya hilang karena tenggalam dalam perasaan berdosa.

Kata Imam Ghazaliy orang seperti ini yang disukai setan, karena ia paling suka ketika ada orang yang tidak amar ma'ruf nahi munkar karena tenggelam dalam perasaan dosanya, hanya menikmati tangis tobatnya. Zalim karena meninggalkan jihad. Maka Imam Ghazaliy lalu mengkritik: "Jika merasa berdosa lalu istighfar, itu benar. Tapi mengapa lalu harus tarkul jihad, apa jihad itu tidak wajib?" Mestinya dia juga istighfar karena tarkul jihad, tarku nasrul'ilmi, . Dosa dan zalim itu.  Istighfar terus gak berani maju. 😂😂😅

Benar. Sejelek-jeleknya kita, klo bikin TPQ ya jadi beneran. Seburuk-buruk kita itu membawa ilmu dari Allah. Seandainya aktif juga manfaat benar. Jadi tidak hanya istighfar karena mengintip perempuan, tapi juga istighfar krn tidak aktif jihad, tarkul jihad, tarku nasrul'ilmi, tarku tarbiyati ummati Muhammad. Harusnya juga merasa bersalah tidak terlibat tarbiyah pada umat Kanjeng Nabi. Kok hanya istighfar "saya sendiri belum bisa alim", mondar-mandir saja di kamar. Dosa. Itu termasuk syubhat.😅

Itu menurut Imam Ghazaliy termasuk goda iblis, yaitu kamu diingatkan dosamu, menghabiskan umur, lupa jihad.
Penyakit santri khusyu' biasanya seperti itu.
Contoh paling gampang itu Iqra' Qiraati. Yang satu penemunya Muhammadiyah, yang satu setengah NU. Itu bukti bahwa ternyata jika aktif itu manfaat sungguh. Orang-orang sholeh yang hafal Quran, hanya mengarang seperti Iqra', ternyata sangat bermanfaat dalam pengajaran Al-Quran.
Hanya gara2 merasa dosa, pasifnya berlebihan. Gara2 pasif, yang aktif jadi orang lain: kristenisasi, orang zalim, komunitas bilyard, konser dangdut.
Kita itu sudah nggak berani bikin kebaikan terkenal.
Padahal menurut Allah:
وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ
Satu kebaikan itu harus di-i'timarkan, dibikin ramai. (i'timar mu'tamar). Sesuatu yang diramaikan itu namanya i'timar. Sesuatu yang baik itu harus memasyarakat, disosialisasikan ke pemuda. Makanya menurut Allah:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْ
Yad'una maknanya mengajak, bukan klunak-klunuk (mondar-mandir). Semua ijma', ulama paling bodohlah memaknai yad'una itu mengajak, ya nggak?
Hendaknya kamu menjadi ummat yang mengajak kebaikan. Mengajak itu aktif, kan.
Gara2 merasa dosa, yang nampaknya islami, padahal dengan begitu ia lupa kewajiban yad'una ilal khair. Gara2 merasa berdosa, hapalan Alfiyah, hapalan Quran, hapalan surat 'Amma hilang semua. Padahal tanpa ilmu, menjadi kyai juga laku. Allah itu memang memudahkan semua. Nggak terlalu alim ya laku jadi mubaligh. 🤣 Artinya kita ini sering diberi kesempatan Allah melakukan hal baik. Artinya kan masih banyak potensi orang husnudzan kepada kita. Mengapa malah pasif?

***
Sepenggal pengajian Arbain Nawawi, Gus Baha', 26 November 2008?
Jika keliru, mohon yg santri mengoreksi.